Kemenangan 1-0 Timnas Indonesia atas Tiongkok, Kamis (5/6), yang disusul Kemenangan 2-0 Arab Saudi atas Bahrain beberapa jam setelahnya, menghadirkan satu capaian bersejarah. Untuk pertama kalinya, tim Asia Tenggara bisa lolos dari babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia zona Asia.
Capaian ini menjadikan Indonesia mampu berada selangkah di depan tim-tim Asia Tenggara lainnya. Tanpa perlu meraih gelar Piala AFF, pengakuan sebagai tim kuat di Asia Tenggara sudah didapat, berkat aksi mereka di Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Terlepas dari adanya kegaduhan akibat pergantian pelatih secara mendadak pada prosesnya, wakil tunggal Asia Tenggara ini memang menunjukkan lagi, ada beragam progres positif yang muncul.
Sejak Patrick Kluivert dan tim pelatihnya bertugas, Timnas Indonesia bisa menghadapi tekanan dengan sangat mulus. Berkat pembagian tugas yang rapi, tidak ada lagi figur sentralistik dalam tim, yang pontang-panting menangani nyaris semua aspek sendirian.
Dengan Patrick Kluivert mampu menjadi "penangkal petir" dari sorotan media, tim yang biasanya panik saat menghadapi tekanan besar, terutama di partai krusial, terlihat tenang. Tanpa gembar-gembor ke media, aspek fisik dan teknis benar-benar dipersiapkan dengan rapi, bersama taktik yang akan diterapkan.
Hasilnya, Jay Idzes dkk mampu bermain fokus dan disiplin. Atmosfer khas Stadion Gelora Bung Karno pun mampu menjadi pemain ke 12 di lapangan, karena tekanan yang ada mampu diubah menjadi pelecut semangat.
Sebelum mengalahkan Tiongkok 1-0, Tim Garuda juga menekuk Bahrain dengan skor identik. Jadi, sudah ada konsistensi yang mulai terbangun di bawah arahan pelatih asal Belanda.
Secara umum, partai melawan Tiongkok dan Bahrain juga menghadirkan  "upgrade", yang memang dibutuhkan tim. Hadirnya sosok penyerang yang bisa mencetak gol dalam diri Ole Romeny, kiper pelapis tangguh dalam diri Emil Audero, dan gelandang jangkar terampil dalam diri Joey Pelupessy, telah membuat Indonesia bisa bermain padu sebagai sebuah tim.
Dengan kedalaman kualitas dan materi pemain yang lebih oke, tim asuhan Patrick Kluivert tampak mulai terbiasa bermain dalam sistem yang rapi. Ada proses membangun serangan dari bawah, kerja sama tim, bahkan strategi memperlambat tempo permainan saat dibutuhkan.
Berkat sistem yang rapi, tim ini tidak mati langkah saat harus menghadapi Tiongkok dan Bahrain yang cenderung "tricky". Alhasil, ketika hasil akhir pertandingan harus ditentukan dari detail kecil, mereka tahu apa yang harus dilakukan, dan bisa meraih hasil yang dibutuhkan.