Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Film Budi Pekerti, dari Nostalgia ke Refleksi

15 November 2023   15:47 Diperbarui: 15 November 2023   15:55 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nonton ya besok nang."
(Nang, sapaan untuk anak laki-laki dalam bahasa Jawa)

Begitulah komentar Bu Wiwit, Guru BK (Bimbingan Konseling, atau kadang disebut BP di sekolah lain) semasa saya SMP dulu, saat saya me-mention beliau di postingan Instagram Kompasiana mengenai "Official Teaser" film Budi Pekerti.

Tanpa pikir panjang, saya langsung mengiyakan. Rupanya, kata "iya" ini menjadi satu janji, yang syukurlah bisa ditepati, Selasa (14/11) lalu.

Selain Bu Wiwit, ada satu Guru lagi yang namanya saya sebut di kolom komentar, pada postingan bertanggal 1 September 2023 itu, yakni Pak Estu Pramana (Guru Pendidikan Religiositas).

Kebetulan mereka belakangan sama-sama cukup rajin memposting info soal film Budi Pekerti di media sosial masing-masing. Sosok Pak Estu bahkan ikut tampil di teaser film yang disutradarai Wregas Bhanuteja tersebut.

Satu hal yang awalnya membuat saya penasaran dari film bergenre drama ini adalah, salah satu lokasi syutingnya mengambil tempat di SMP Stella Duce 1 Yogyakarta. 

Sekolah yang terletak di pusat kota Yogyakarta ini adalah tempat saya menempuh jenjang pendidikan SMP, antara tahun 2005-2008. Jelas, ada unsur nostalgia di sini.

Jujur saja, sejak lulus, saya tidak pernah mampir sampai ke dalam area sekolah. Sebagai alumni, saya merasa sungkan, karena takut mengganggu aktivitas belajar-mengajar di sana. Lagipula, prestasi belajar saya dulu terbilang standar, ibarat klub sekelas Getafe atau Fulham di sepak bola: tidak degradasi saja sudah bersyukur.

Terakhir kali ke sana, tepatnya semasa SMA (sekitar tahun 2010), saya hanya sebatas jajan di sekitar jalan dekat pintu masuk, tempat penjual batagor dan lotek (mirip ketoprak kalau di Jakarta, tapi tanpa bihun) biasa mangkal. Selebihnya, hanya sambil lalu, kalau kebetulan lewat.

Frekuensi mampirnya pun bisa dibilang jarang sekali, karena hanya dilakukan jika sedang ikut membonceng motor bersama teman sepulang sekolah. Jika pulang sekolah sendirian, biasanya saya langsung pulang naik bus kota, yang arahnya langsung menuju ke rumah, di daerah pinggiran kota, bukan pusat kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun