Selama budaya itu tidak dihapus, perjokian di setiap level akan tetap langgeng, bahkan semakin canggih.
Menariknya, sebagai seorang berkebutuhan khusus, saya melihat fenomena joki ilmiah sebagai satu potret kekejaman diskriminasi fisik.
Di satu sisi, kemampuan teknis memang bisa dimiliki siapa saja, dan bisa membantu saat dibutuhkan, tapi sebagus apapun kemampuan itu, ia akan dianggap sebagai satu kesalahan, jika berada di tubuh yang salah (menurut sudut pandang diskriminatif).
Dari sini juga, saya diajak melihat, yang terlihat "bengal" atau meragukan di luar mungkin meresahkan, tapi yang terlihat biasa bahkan istimewa dari luar bisa jadi lebih berbahaya. Mereka cenderung lebih nekat, karena punya tekanan untuk tidak gagal begitu besar.
Mengerikan, tapi begitulah adanya.