Entah kebetulan atau bukan, FIFA dan PSSI Â seperti satu frekuensi. Mereka sama-sama memanfaatkan posisi sebagai institusi olahraga, yang bebas dari unsur politik, untuk bergerak sesukanya, termasuk mencari cuan di tengah situasi yang tidak seharusnya.
Sebuah cara berpolitik yang tidak mengejutkan, karena baik PSSI maupun FIFA secara institusi terlihat seperti sebuah kartel: penguasa tunggal di satu wilayah dan bidang tertentu, dalam hal ini olahraga sepak bola.
Kebetulan, keduanya juga tidak benar-benar bersih, karena punya rekam jejak pelanggaran hukum cukup panjang, terutama soal pengaturan skor atau suap.
Mereka bebas bergerak tanpa takut dijerat hukum, karena berpegang pada aturan sendiri. Pada kasus PSSI dan FIFA, ini biasa kita temui pada kata kunci "statuta" dan "football family" yang mengharamkan intervensi pihak luar, termasuk pemerintah.
Dari sisi bisnis, kesan ini misalnya terlihat jelas, dengan klaim PSSI soal permohonan pengadaan VAR. Seperti diketahui, VAR adalah "dagangan" FIFA, dengan induk sepak bola dunia itu sebagai penjual produk berlisensi resmi satu-satunya di dunia.
Padahal, maksud pemerintah mendatangkan FIFA lebih dari sebatas pengadaan VAR, karena ada aspek keselamatan dan keamanan di stadion dan tata kelola sepak bola nasional yang ingin coba diperbaiki.
Seperti diketahui, keduanya jadi penyakit kronis sejak lama, dan ikut andil dalam Tragedi Kanjuruhan. Dengan pendekatan yang dilakukan PSSI dan FIFA ini, ada kesan kalau mereka (masih) menganggap enteng masalah yang ada, dan mengecilkan peran pemerintah. PSSI bahkan sudah berencana melanjutkan Liga Indonesia pada bulan November mendatang.Â
Dengan pendekatan seperti itu, jangan kaget kalau mereka seperti tak punya urat malu dan melupakan moralitas.
Tapi, meskipun strategi ala "mafia kartel" PSSI dan FIFA sepertinya tak punya celah, mereka tak bisa lepas dari jerat hukum, Â jika melakukan pelanggaran hukum.
Pada masa lalu, FIFA dan UEFA saja bahkan sempat dipaksa melakukan reformasi, setelah petingginya diciduk aparat akibat korupsi dan suap dalam jumlah besar.
Situasi ini bisa saja terjadi di PSSI, jika ternyata ditemukan ada pelanggaran hukum yang dilakukan petingginya, dan pihak berwenang tidak masuk angin dalam  menindaknya.