Kemenangan 3-1 Liverpool atas Benfica di leg pertama babak perempatfinal Liga Champions, Rabu (6/4, dinihari WIB) menyajikan performa ciamik lainnya dari tim wakil Inggris ini.
Meski bermain di kandang lawan, Si Merah tidak grogi. Mereka bahkan mampu mendominasi permainan dan mencetak tiga gol tandang.
Secara umum, penampilan tim asuhan Juergen Klopp di Estadio Da Luz memang sangat baik. Tapi, jika boleh menyebut nama spesifik yang tampil menonjol di laga ini, maka nama Ibrahima Konate dan Luis Diaz menjadi nama yang layak disebut.
Penyebabnya, mereka berdua terlibat dalam semua gol The Kop yang hadir di Lisbon. Diaz mencetak gol penutup plus satu assist buat Sadio Mane, sementara Konate mencetak gol pembuka tim, memanfaatkan umpan sepak pojok Andy Robertson.
Konate yang berduet dengan Virgil Van Dijk di jantung pertahanan The Reds memang tampil solid, meski sempat kecolongan saat menyapu umpan silang, yang lalu diceploskan Darwin Nunez ke gawang Alisson. Karenanya, performa bek asal Prancis ini tetap layak diapresiasi.
Sementara itu, Luis Diaz yang tampil sejak menit awal bersama Sadio Mane dan Mohamed Salah mampu membuat pertahanan lawan kerepotan dengan kombinasi aksi individu, kengototan dan kecepatannya.
Konate dan Luis Diaz sendiri adalah dua nama yang baru mendarat di Anfield musim ini. Konate didatangkan dari RB Leipzig (Jerman) pada bursa transfer musim panas, sementara Luis Diaz diboyong dari FC Porto di bulan Januari.
Keduanya datang, untuk menambah kedalaman kualitas tim di pos bek tengah dan penyerang. Untuk pos bek tengah, sektor ini memang sempat keropos akibat dihantam badai cedera.
Inilah yang membuat Klopp memilih menambah bek tengah berkualitas dengan harga masuk akal. Kriteria ini kebetulan dimiliki Konate.
Bek berusia 22 tahun ini memang sudah berkembang cukup pesat di Bundesliga. Duetnya dengan Dayot Upamecano (kini di Bayern Munich) mampu menjadikan pertahanan Leipzig sulit ditembus.
Kombinasi antara kekuatan fisik, postur tinggi besar, kecepatan dan akurasi operannya sebenarnya tak kalah bagus dengan Upamecano, yang lebih banyak disorot dan sudah masuk Timnas Prancis. Tapi, sorotan lebih ini membuat namanya agak terlupakan.
Situasi ini lalu dimanfaatkan manajemen Liverpool, untuk bergerak cepat memboyongnya. Apalagi, nilai klausul rilisnya relatif terjangkau, untuk ukuran bek muda berkualitas sepertinya, yakni 35 juta euro.
Dalam hal menit bermain, Konate sudah mendapat cukup banyak kesempatan, dengan mencatat 20 penampilan lintas kompetisi. Sebuah progres cukup bagus, untuk ukuran pemain baru sepertinya.
Pelan tapi pasti, perkembangannya semakin terlihat, dengan semakin seringnya ia tampil, khususnya di periode sibuk belakangan ini. Golnya ke gawang Benfica menjadi satu bukti kemajuannya. Inilah gol pertama sang pemain nomor punggung 5 bersama Liverpool.
Sementara itu, Diaz didatangkan Klopp dari FC Porto dengan total ongkos 50 juta pounds, untuk menambah variasi di lini depan tim. Pemain asal Kolombia ini belakangan memang sedang bersinar, baik di klub maupun negaranya.
Kebetulan, selain Salah, Mane dan Jota, situasi personel lini depan Liverpool lainnya terlihat kurang meyakinkan. Firmino beberapa kali cedera otot, sementara Divock Origi dan Takumi Minamino masih kesulitan menembus posisi starter.
Hanya saja, situasi Diaz sebagai pemain baru The Kop agak berbeda dengan Konate, yang sempat menjalani masa adaptasi. Sejak didatangkan pada bulan Januari, top skor Copa America 2021 (bersama Lionel Messi) ini langsung mendapat kesempatan tampil cukup banyak.
Hasilnya, termasuk laga melawan Benfica, pemain berusia 25 tahun ini sudah mencatat 3 gol dan 1 assist dari total 13 penampilan lintas kompetisi. Sama seperti Konate, aksinya di ibukota Portugal menjadi panggung pertunjukan terbaik sejauh ini.
Untuk urusan belanja pemain baru, Liverpool mungkin tidak seroyal Manchester City atau PSG, yang memang punya anggaran belanja super besar.
Tapi, mereka telah menunjukkan efektivitas yang sangat bagus. Meski nama-nama pemain barunya kerap tak terendus radar, sampai transfer benar-benar tuntas. Inilah satu aspek, yang menjadikan Liverpool belakangan terlihat sangat kuat.Â
Memang, "pelit" nya FSG selaku pemilik klub kadang membuat sebagian Kopites geregetan. Tapi, dengan efektivitas belanja yang makin kesini semakin bagus, ditambah racikan taktik ampuh Juergen Klopp, seharusnya ini bukan masalah.
Apalagi, di bawah FSG, Stadion Anfield sudah diperbesar dan direnovasi hingga berkapasitas 61.000 tempat duduk per tahun depan. Akademi dan tempat latihan klub yang lebih modern pun sudah selesai dibangun.
Jadi, FSG sebenarnya tidak sepelit itu. Sebagai grup manajemen olahraga, mereka sudah pasti tahu apa yang perlu dan tidak perlu dilakukan buat Liverpool, dalam posisinya sebagai sebuah klub olahraga.
Malah, ini adalah satu anomali, di saat sebagian klub top Eropa makin jor-joran berbelanja, gonta-ganti pelatih, dan menggaji besar pemain bintang.
Mungkin, sejak diambil alih FSG tahun 2010 silam, Liverpool memang ditakdirkan hadir sebagai antitesis tren manajemen klub top Eropa di era kekinian. Mereka cenderung sabar, tapi pelan-pelan mampu terus berkembang, hingga meraih trofi demi trofi.
