Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Imlek dan Sebuah Paradoks

28 Januari 2022   22:21 Diperbarui: 28 Januari 2022   22:36 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imlek 2022 (Kompas.com)

Setiap tahunnya, Imlek atau Tahun Baru Cina menjadi satu momen yang ditunggu, terutama bagi kalangan etnis Tionghoa. Ada kebersamaan, dan tentu saja angpao, khususnya bagi mereka yang masih belum berkeluarga.

Tapi, seiring berjalannya waktu, ada sebuah paradoks yang muncul di momen tahunan ini.

Waktu masih kecil, Imlek terasa benar-benar menyenangkan. Sekolah libur, dapat angpao, makan enak, dan bercengkrama dengan keluarga besar. Satu momen yang mungkin akan ditunggu tahun berikutnya.

Masalahnya, seiring bertambahnya usia, kegembiraan itu makin lama makin berkurang. Ada perbandingan soal prestasi belajar, dan prestise soal tempat studi, misalnya jika ada yang sekolah di sekolah favorit atau sekolah unggulan.

Ketika naik ke jenjang kuliah, ada lagi perbandingan serupa, tapi dengan beban berbeda. Mereka yang progres studinya normal atau cenderung santai, biasanya akan dikejar pertanyaan "kapan lulus?" yang sebenarnya agak mengganggu.

Kalau proses studinya lancar, ada beban lain yang muncul, juga dari pertanyaan "kapan" yang menyebalkan itu. Entah sudah mapan atau belum, semua hampir pasti mendapatkan.

Bagi yang masih berjuang mencari pekerjaan tetap atau bekerja seadanya, posisi "sudah lulus" mungkin akan membuat pertanyaan "kapan" itu akan sangat mengganggu, karena rawan membuat diri sendiri merasa insecure.

Andai sudah punya pekerjaan tetap di perusahaan besar sekalipun, pertanyaan seputar "kapan" ini juga cukup mengganggu, karena sisi pribadi yang jadi "titik lemah" akan diserang habis.

Misalnya, jika seseorang sudah mapan tapi masih bujangan, pertanyaan soal pasangan akan datang bertubi-tubi. Ini seperti halnya pertanyaan seputar anak bagi mereka yang sudah menikah, tapi belum mendapat momongan.

Atas nama perhatian, perilaku toksik ini menjadi wajar, meski sebenarnya tidak pantas.

Bertambahnya usia, khususnya dalam situasi seperti momen Imlek di keluarga besar merupakan satu paradoks, karena ikut membuat kesenangan di momen Imlek terus berkurang.

Maka, bukan kejutan lagi kalau personel dalam momen kumpul keluarga besar saat Imlek kadang kurang lengkap. Ada yang memang sibuk, ada yang memilih untuk jaga jarak, demi menjaga kesehatan mental.

Karena itu adalah urusan pribadi masing-masing, seharusnya tak ada masalah di sini. Apalagi, di masa pandemi seperti sekarang.

Di sisi lain paradoks yang muncul saat Imlek ini juga bisa menjadi satu indikator, seberapa "sehat" sebuah keluarga, termasuk keluarga besar.

Jika personelnya selalu lengkap, kemungkinan besar rasa hormat masih lebih besar dari pikiran toksik. Jika tidak lengkap, bahkan terus berkurang (meski sebenarnya masih sangat sehat secara fisik) kita perlu waspada, mungkin situasinya sudah tidak sehat, bahkan sudah lama ada gesekan atau intrik di sana, tanpa kita sadari sebelumnya.

Jika kondisinya sehat, berarti Imlek akan jadi satu momen menyenangkan yang pantas ditunggu, karena tak ada hal-hal toksik di sana. Jika tidak sehat, Imlek adalah satu arena pertandingan silat atau catur, dengan bungkus luar yang terlihat bagus, tapi layak untuk dihindari.

Sebagai momen merajut kebersamaan, Imlek seharusnya bisa memperkuat kebersamaan, kecuali jika Imlek hanya menjadi topeng di balik "persaingan terselubung", khususnya di satu keluarga besar.

Selebihnya, tinggal bagaimana kita menyadari dan menyikapinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun