Sempat diragukan, tapi mampu lolos ke final. Begitulah gambaran umum dari kiprah Timnas Indonesia di ajang Piala AFF 2020.
Bermaterikan pemain muda seperti Pratama Arhan, Ramai Rumakiek, dan Witan Sulaeman, tim asuhan Shin Tae-yong sukses membalikkan prediksi sebagian pihak.
Di fase grup, Malaysia mampu dihajar dengan skor 4-1, dan juara bertahan Vietnam ditahan imbang tanpa gol. Hasilnya, bukan hanya lolos, Asnawi Mangkualam dkk mampu menjadi juara grup, setelah unggul produktivitas gol atas Vietnam.
Di semifinal, Tim Garuda juga mampu mengatasi perlawanan sengit tuan rumah Singapura dengan skor agregat 5-3, dalam dua leg plus babak perpanjangan waktu.
Kejutan ini sukses memantik euforia publik sepak bola nasional, karena menjadi satu capaian positif di  masa pandemi. Kegembiraan ada di mana-mana, bersama harapan untuk meraih trofi juara.
Masalahnya, ini adalah penampilan keenam Timnas Indonesia di final Piala AFF. Sebelumnya, kegembiraan dan euforia luar biasa juga datang, bahkan sampai lima kali, sebelum akhirnya berakhir dengan kekecewaan dan menyisakan rasa penasaran.
Belajar dari pengalaman di masa lalu, lolos ke final, khususnya di tingkat Asia Tenggara sebenarnya sudah cukup sering terjadi di berbagai kelompok umur, mulai dari Timnas Indonesia senior sampai junior.
Momen ini bahkan masih berulang, meski medali emas terakhir datang di SEA Games 1991. Tapi, kebanyakan berakhir dengan kekecewaan
Jadi, ketika final Piala AFF 2020 Â dapat dicapai, sebenarnya rasa gembira itu datang bersama sedikit rasa cemas. Maklum, sebelum ini Tim Garuda sudah lima kali lolos ke final dengan euforia luar biasa, tapi patah hati juga secara luar biasa ngilu.
Kalau kejadiannya hanya sekali, mungkin masih wajar, tapi karena ini sudah lima kali, mungkin trauma itu ada. Apalagi, lawan yang dihadapi nanti adalah Thailand, tim juara lima kali, dengan tiga diantaranya diraih setelah mengalahkan Indonesia di final.