Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesepian, Kemajuan Teknologi, dan Interaksi

16 Desember 2021   22:07 Diperbarui: 16 Desember 2021   22:12 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Grid.id)

Baru-baru ini Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa perkembangan teknologi digital dapat membawa ancaman bagi mereka yang tidak melek teknologi. Hal tersebut diprediksi dapat menyebabkan banyak orang kesepian di tahun 2045.

Oke, prediksi itu logis, khususnya bagi mereka yang tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi sendiri sebenarnya jadi satu isu serius, karena semakin lama semakin cepat dan mahal.

Tidak semua orang bisa mengikutinya, dan karenanya mereka bisa "kesepian". Masalahnya, tak perlu menunggu sampai tahun 2045, pada masa sekarang pun kesepian sudah menemani hidup sebagian manusia.

Salah satu pemicunya adalah pandemi yang masih berkepanjangan. Semua jadi serba daring, serba virtual, tapi hanya ada sedikit kesempatan, untuk bisa berinteraksi langsung. Padahal, interaksi langsung inilah yang merupakan satu kebutuhan primer manusia, dalam posisinya sebagai makhluk sosial.

Makanya, ketika situasi belakangan tampak membaik, ada begitu banyak orang yang tak mau lagi menahan diri, entah untuk berlibur atau bertemu langsung. Semacam kesempatan balas dendam karena sudah sekian lama dibatasi sedemikian rupa.

Sebenarnya, sikap ini bisa dimengerti. Masalahnya, ketika mereka yang memilih tetap menahan diri jadi minoritas, mereka justru jadi kelompok yang kesepian.

Kesepian-kesepian ini juga merembet ke orang-orang yang tak pernah punya ruang cukup untuk didengar, entah karena kesibukan, atau lingkungannya. Di sini, saya sedikit beruntung, karena masih punya teman yang bisa saya dengar keluh kesahnya, sekaligus mau mendengar keluh kesah saya.

Meski kedengarannya sederhana, "mendengar dan didengar" ternyata jadi sesuatu yang berharga. Tapi, tetap harus seimbang, supaya tidak jadi stres karenanya.

Di tengah masyarakat yang cenderung gemar membandingkan dan terlalu "kepo" dengan hal pribadi (seperti status pekerjaan, status pernikahan, gaji, dan sebagainya) "isolasi diri" menjadi opsi paling masuk akal. Maklum, jika terlalu diikuti, budaya semacam itu akan menjadi racun bagi pikiran.

Ini masih belum ditambah banyaknya berita yang meresahkan, mulai dari yang hoaks sampai yang valid. Begitu juga dengan media sosial, yang tak henti-hentinya menghadirkan konten pamer pengundang rasa insecure.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun