Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Makanan Sisa, Nikmati Saja

6 Desember 2020   23:13 Diperbarui: 6 Desember 2020   23:45 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Kompas.com)

Judul di atas adalah satu hal, yang sempat menjadi kebiasaan, khususnya saat saya masih bekerja di kantor sebelumnya. Ya, dalam beberapa kesempatan, saya biasa "diberi tugas" untuk melahap makanan sisa milik bos.

Bos sendiri memang punya kapasitas perut agak terbatas soal makan. Ia kerap hanya makan sedikit dari menu makanan yang ia pesan, dan menyisakan makanan itu begitu saja.

Andai tak ada seorangpun yang mau makan, tentunya makanan itu akan berakhir di tempat sampah. Ini menjadi satu ironi, karena masih banyak orang yang harus susah payah mencari makan, bahkan dengan menu sangat sederhana.

Alhasil, setiap kali "tugas" menghabiskan makanan sisa ini datang, saya pasti akan menghabiskan. Kecuali, jika saya sedang sakit perut, atau masih sangat kenyang.

Mungkin, gaya saya ini agak aneh, "rendahan", bahkan "jorok" bagi sebagian orang, karena mau saja makan makanan sisa tanpa malu-malu.

Tapi, ini adalah satu prinsip dasar hasil didikan keluarga, yang memang mengharuskan untuk "menghabiskan makanan yang sudah diambil", sebagai satu bentuk sikap "bertanggung jawab", kecuali jika kondisi fisik dan nafsu makan memang sedang drop

Saya sendiri yakin, sikap ini juga biasa ditemui di banyak keluarga. Maklum, selain mengajarkan sikap bertanggung jawab, menghabiskan makanan juga menjadi satu sarana untuk bisa tetap bersyukur, karena masih bisa makan sampai kenyang.

Sebagai seorang anak kost di perantauan, apalagi di Jakarta, bisa makan makanan sisa sekalipun adalah satu berkat tersendiri. Selain karena bisa berhemat, urusan perut dan gizi pun beres.  

Apalagi, jika menu makanannya enak, seperti nasi Padang, kue, atau sejenisnya. Tinggal siapkan piring-sendok dan nikmati saja sampai habis, beres sudah.

Di sini, saya memilih untuk membuang gengsi itu jauh-jauh, karena ada berkat di depan mata. Selama kondisi memungkinkan, saya takkan malu untuk makan dan menghabiskan makanan sisa, karena gengsi terbukti tak pernah memberi saya makan, apalagi membuat perut saya kenyang.

Di sisi lain, pengalaman bersama makanan sisa membuat saya menemukan, Jakarta tidak sepenuhnya "sangat mahal" seperti kata orang. Memang, standar biaya di sini cukup tinggi, tapi gengsi-lah yang membuat itu terlihat intimidatif bagi sebagian orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun