Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Romansa Alfred Riedl dan Timnas Asia Tenggara

9 September 2020   01:56 Diperbarui: 9 September 2020   08:05 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alfred Riedl (Kompas.com)

Bicara soal Alfred Riedl dan sepak bola Asia Tenggara, kata "sukses" dan "unik" adalah deskripsi sederhana atas kiprahnya di regional ini. Mengapa?

Disebut sukses, karena ia selalu mampu menorehkan prestasi, saat mengasuh tiga tim nasional di Asia Tenggara. Ketiga Timnas itu adalah Vietnam (1998-2000, 2003-2004, 2005-2007), Laos (2009-2010 dan sebagai direktur teknik pada periode 2011-2012) dan Indonesia (2010-2011, 2013-2014, 2016).

Disebut unik, karena ia pernah melatih tiga Timnas di Asia Tenggara. Uniknya lagi, ketiga tim ini dilatihnya tak hanya dalam satu periode.

Rinciannya, pelatih asal Austria ini sukses mengantar Vietnam menjadi finalis Piala AFF (1998), finalis SEA Games (1999, 2003, dan 2005) di tingkat regional. Di tingkat benua, Tim Bintang Emas diantarnya ke babak perempat final Piala Asia 2007, untuk pertama kali sejak 1960.

Meski tak pernah meraih trofi juara, prestasi Riedl tetap diapresiasi publik Vietnam, karena ia mewariskan tim tangguh yang kelak juara Piala AFF 2008, dengan Le Cong Vinh sebagai bintang utama. Gelar ini menjadi yang pertama sepanjang sejarah buat Timnas Negeri Paman Ho.

Kelak, prestasi warisan Riedl ini menjadi fondasi yang turut di-upgrade di era kekinian bersama Park Hang Seo (Korea Selatan). Di bawah komando eks asisten pelatih Timnas Korea Selatan ini, Vietnam mampu meraih gelar Piala AFF (2018) dan medali emas SEA Games (2019).

Tak berhenti sampai di situ, Vietnam juga dibawanya menjadi finalis Piala Asia U-23 dan semifinalis Asian Games (2018). Di level senior, prestasi Riedl juga disamai, pada Piala Asia 2019.

Bersama Timnas Laos, eks pelatih Timnas Austria ini juga mencatat prestasi. Negeri tanpa laut ini sukses dibawanya mencapai posisi empat besar di SEA Games 2009 Vientiane (Laos).

Untuk ukuran Laos, prestasi ini tergolong istimewa. Maklum, selama ini, mereka lebih banyak jadi bulan-bulanan lawan, bahkan di Asia Tenggara sekalipun. Tapi, dibawah komando Riedl, mereka mampu membuat prestasi positif.

Dari sini, terlihat seberapa hebat kemampuan eks pelatih Timnas Palestina dalam hal meracik strategi. Khususnya, pada tim-tim di kawasan Asia Tenggara.

Inilah yang membuat PSSI lalu bergerak mengontrak eks pemain Standard Liege (Belgia) sebagai pelatih Tim Garuda. Bukan hanya sekali, tapi tiga kali, termasuk saat masuk kotak di fase grup Piala AFF 2014.

Meski pada akhirnya gagal meraih trofi, keberhasilannya mengantar Timnas Indonesia ke final Piala AFF 2010 dan 2016, tetap menyisakan kenangan tersendiri. Maklum, momen pertama datang saat PSSI era Nurdin Halid dilanda gejolak internal, sementara momen kedua datang, setelah Indonesia bebas dari sanksi FIFA.

Kedua prestasi ini meninggalkan satu kebanggaan tersendiri, karena pada prosesnya mampu mengalahkan lawan tangguh yakni Timnas Thailand. Di kedua momen ini pula, rasa bangga kepada Timnas Indonesia terlihat begitu kuat, untuk pertama kalinya sejak performa heroik Bambang Pamungkas dkk di Piala Asia 2007.

Tapi, di antara ketiga Tim Asia Tenggara yang pernah dibesutnya, Indonesia boleh jadi adalah tim paling unik yang pernah diasuhnya. Kendala yang ada bukan karena masalah teknis di lapangan, tapi karena urusan nonteknis di luar lapangan.

Tentunya, ini menjadi satu sensasi tersendiri buat Riedl, karena di Laos dan Vietnam, eks pelatih PSM Makassar ini benar-benar fokus pada aspek teknis. Tak ada sorotan berlebihan dari media, sebelum semuanya beres.

Sayang, hal ini tak didapatnya di Indonesia. Dalam dua finalnya di Piala AFF, selalu ada sorotan luar biasa kepada Timnas Indonesia, termasuk momen di mana para pemain menjadi artis dadakan, dan dielu-elukan meski belum juara.

Situasi inilah, yang membuat Timnas menutup kedua final itu dengan antiklimaks. Meski getir, inilah satu alasan, mengapa Tim Garuda sulit meraih trofi, karena belum apa-apa sudah diekspos berlebihan.

Menariknya, dari sosok Riedl, kita menemukan, seperti apa dan bagaimana sosok pelatih ideal buat Timnas di Asia Tenggara pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya: Tegas, disiplin dan mampu bekerja leluasa tanpa intervensi berlebih dari federasi.

Kini, romansa Alfred Riedl dan sepak bola Asia Tenggara  tinggal kenangan. Pada Selasa (8/9, waktu Austria), pelatih pendiam ini berpulang pada usia 70 tahun, akibat penyakit kanker yang dideritanya.

Tapi, meski telah tiada, jejak suksesnya di Asia Tenggara telah tercatat abadi oleh sejarah. Meski tak selalu membuahkan trofi, ia telah mewariskan fondasi masa depan cerah di Vietnam, jejak prestasi pertama di Laos, dan sebuah rasa bangga, kepada Timnas Indonesia di eranya.

RIP Alfred Riedl

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun