Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Sisi Abu-abu dalam Status "Legenda"

30 Oktober 2019   14:27 Diperbarui: 31 Oktober 2019   20:04 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diego Maradona Football Soccer Stars (sumber: amazon.com)

Bicara soal sepak bola, ada sisi hitam-putih, yang bisa terlihat begitu jelas. Misalnya, tim yang menang atau jadi pecundang, pemain terbaik atau mereka yang dianggap gagal memenuhi ekspektasi awal, khususnya pemain yang pada awal karirnya dipandang sebagai seorang "wonderkid".

Seiring makin majunya teknologi, sisi hitam-putih di sepak bola makin terlihat jelas. Penerapan teknologi statistik sukses membuat segala hal tentang performa pemain, atau tim secara keseluruhan, bisa dilihat sampai ke detail terkecil.

Di negara yang sepak bolanya sudah maju, ruang cakupan area hitam-putih ini semakin luas, seiring munculnya Video Assistant Referee (VAR). Keberadaan alat bantu kinerja wasit ini, membuat semua hal di lapangan termonitor dengan detail. Segala hal yang lolos dari pengamatan mata wasit mampu "diselamatkan" oleh VAR.

Alhasil, keberadaan sisi abu-abu dalam sepak bola semakin hilang. Bahkan, ada juga pihak yang menganggap, kemajuan teknologi sudah membuat sepak bola serba hitam-putih, tak ada lagi ruang untuk "kejutan" atau hal lain yang masih "abu-abu". Benarkah demikian?

Ternyata tidak, karena masih ada satu sisi "abu-abu" dalam sepak bola, yang masih belum tersentuh kemajuan teknologi. Ia adalah status "legenda", yang berlaku untuk individu pemain, atau tim secara umum.

Umumnya, seorang pemain atau tim dianggap sebagai "legenda", jika berhasil meraih trofi juara bersama tim, penghargaan personal prestisius, atau membuat rekor positif tertentu, misalnya mencatat jumlah penampilan atau membuat rekor gol terbanyak.

Tapi, beragamnya level standar kesuksesan sebuah tim dalam sepak bola, membuat status "legenda" masih menjadi sisi abu-abu dalam sepak bola. Hal ini berlaku di level antarklub atau antarnegara.

Sebagai contoh, untuk tim-tim top sekelas Real Madrid atau Barcelona, para pemain atau pelatihnya akan dianggap sebagai "legenda" jika mampu meraih trofi juara Liga Champions, Copa Del Rey, atau La Liga, entah secara beruntun atau bersamaan dalam semusim, seperti capaian "Treble Winner" yang dicapai Barcelona tahun 2009 dan 2015.

Pada level setinggi ini, sebuah tim bisa dikatakan sebagai "tim legendaris", jika mampu meraih banyak trofi dalam periode tertentu, misalnya dalam satu dekade.

Real Madrid mempunyai "tim legendaris" pada era 1950-1960an, saat dibintangi Alfredo Di Stefano, atau di masa pergantian milenium, dengan Raul Gonzalez sebagai ikon tim. Sementara itu, Barcelona mempunyai "Dream Team" arahan Johan Cruyff di paruh pertama era 1990-an, dan "Generasi Tiki-taka" yang dimotori Lionel Messi di era kekinian.

Tentunya, level ini tak selalu bisa dijangkau tim-tim kelas menengah atau medioker, yang punya standar prestasi lebih "realistis". Tapi, ada kalanya muncul pemain top atau tim kejutan "edisi spesial", yang bisa mencetak prestasi langka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun