Jika bicara soal PSSI dan Pemerintah (dalam hal ini Kemenpora), kita tentu sering melihat, dua lembaga ini tak sejalan. Tak heran, dalam beberapa kesempatan, sempat terjadi konflik di persepakbolaan nasional yang melibatkan keduanya. Misalnya, pembekuan PSSI oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) beberapa waktu lalu, yang membuat Indonesia sempat disanksi FIFA.
Tidak akurnya PSSI dan Kemenpora, sebenarnya disebabkan oleh satu perbedaan sederhana tapi mendasar. PSSI kukuh berpegang pada statuta PSSI dan FIFA, sementara Kemenpora berpegang pada Undang-Undang yang berlaku di Indonesia. Perbedaan inilah yang membuat keduanya sulit mencapai titik temu, setiap kali ada masalah.
Tapi, pada Selasa, (25/9), keduanya mampu bersikap sejalan, dengan kompak menyetop gelaran Liga 1 musim kompetisi 2018. Pada awalnya, Kemenpora memutuskan untuk menyetop gelaran Liga 1 selama dua pekan. Tapi, keputusan itu lalu di-update PSSI, dengan menyetop gelaran Liga 1 musim ini, sampai batas waktu yang tak ditentukan. Keputusan ini akan dikoordinasikan PSSI dengan AFC dan FIFA sesegera mungkin, untuk mencegah jatuhnya sanksi. Soal koordinasi ke AFC dan FIFA, kita bisa mempercayakan sepenuhnya kepada PSSI, selaku federasi sepak bola nasional.
Keputusan ini diambil PSSI, sebagai respon atas desakan berbagai pihak, menyusul tragedi meninggalnya Haringga Sirila, seorang fans Persija Jakarta, akibat dianiaya oleh oknum suporter Persib Bandung, jelang dimulainya laga Persib Vs Persija, Minggu (23/9) lalu. Tragedi ini, menjadi catatan kelam terkini di sepak bola nasional.
Pastinya, akan ada pro-kontra terkait keputusan ini. Karena, kompetisi jadi berhenti total, akibat tindakan biadab sekelompok oknum suporter Persib. Distopnya kompetisi Liga 1 secara keseluruhan, memang menjadi opsi yang mungkin kurang populer di mata sebagian pecinta sepak bola nasional. Tapi, kali ini PSSI dan Kemenpora sama-sama sudah bertindak tepat. Karena, masalah semacam ini sudah berulang kali terjadi, maka perlu ditangani secara serius.
Meski terlihat berlebihan, inilah langkah paling logis yang bisa dilakukan PSSI saat ini. Kita tentu ingat, sebelum kejadian di kandang Persib ini, sudah terjadi beberapa insiden aksi anarkis oknum suporter, yang menghasilkan kerugian, baik berupa kerusakan di stadion, maupun korban luka. Tak bisa dipungkiri, sepak bola nasional memang sedang sakit.
Meski kompetisi Liga 1 distop oleh PSSI, saya yakin AFC dan FIFA akan memaklumi, karena penyebabnya termasuk dalam kategori "force majeur" berupa jatuhnya korban jiwa. Pemerintah pun pasti juga akan membantu PSSI menuntaskan kasus ini. Karena tindak anarkis suporter kali ini sudah mengarah ke tindak kriminal murni, yang jelas-jelas melanggar hukum.
Praktis, untuk saat ini, kita hanya bisa berharap, masa 'libur kompetisi' ini bisa dimanfaatkan semua stakeholder sepak bola nasional, untuk melakukan konsolidasi, dan membuat sebuah regulasi tanpa kompromi, guna mencegah tragedi kematian suporter terulang. Inilah titik penentuan nasib sepak bola nasional. Jika semua pihak mau berkomitmen mentaati apapun regulasi yang dibuat, maka ini akan menjadi secercah harapan buat sepak bola nasional di masa depan. Jika tidak, ini hanya akan menjadi kegagalan berikutnya buat PSSI, sekaligus langkah mundur buat persepakbolaan nasional.
Semoga, keputusan PSSI kali ini berdampak positif.