Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Setelah Tragedi Itu Terjadi

24 September 2018   13:16 Diperbarui: 26 September 2018   12:38 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Minggu, (23/9) lalu, tersaji sebuah pertandingan yang cukup enak ditonton, yakni antara tuan rumah Persib Bandung Vs Persija Jakarta. Laga ini berlangsung menarik, karena selain kedua tim bermain terbuka, wasit yang memimpin pertandingan juga tegas. Tak lupa, suporter tuan rumah mampu bersikap tertib di stadion. Pertandingan ini dimenangkan Persib dengan skor ketat 3-2.

Sayangnya, sajian duel menarik ini ternoda oleh sebuah tragedi, yakni tindak penganiayaan oleh oknum Bobotoh, yang menewaskan Haringga Sirila, seorang Jakmania yang kedapatan hendak menonton pertandingan di Stadion GBLA Gedebage. Gilanya, apa yang dilakukan oknum Bobotoh ini selain biadab, juga viral di media sosial. Tragedi ini terjadi, beberapa jam menjelang kick-off pertandingan.

Bisa dibayangkan, seburuk apa pemberitaan media internasional nantinya, jika kejadian viral ini mendunia. Tentunya sebagai bangsa kita malu, karena dunia melihat sepak bola Indonesia ternyata punya sisi bar-bar. Apa yang bisa dibanggakan dari ini?

Jika melihat situasinya, baik korban maupun oknum Bobotoh (pelaku) sama-sama bersalah. Di pihak korban, ia menjadi korban karena kenekatannya datang ke Stadion GBLA Gedebage. Padahal, sejak jauh hari, pihak aparat keamanan dan manajemen Persija sudah melarang Jakmania datang ke Bandung, demi keselamatan masing-masing. Andai korban mentaati himbauan ini, tragedi ini tak perlu terjadi.

Di pihak pelaku, mereka sungguh biadab, karena menganiaya orang yang sudah tak berdaya. Padahal, andai mereka bisa bersikap waras, mereka tak perlu sampai menewaskan korban, cukup diamankan, seperti yang di putaran pertama lalu dilakukan Jakmania kepada oknum Bobotoh, yang kedapatan menonton di Stadion PTIK. Kala itu, sang oknum Bobotoh bisa pulang dengan selamat. Pertanyaannya, kalau di Jakarta bisa selamat, mengapa di Bandung tidak?

Tragedi ini, sebenarnya bukan pertama kali terjadi. Ini adalah tragedi kesekian kalinya, yang terjadi di laga berlabel "big match" ini. Entah kenapa, kematian suporter seperti menjadi menu tambahan, yang sering mewarnai pertemuan Maung Bandung dan Macan Kemayoran. Kedua tim memang rival bebuyutan, tapi bukan berarti pendukungnya bebas menganiaya suporter lawan. Bagaimanapun, rivalitas kedua tim bukan alasan untuk boleh bertindak kriminal.

Berhubung kasus semacam ini sudah berulangkali terjadi, kali ini PSSI dan pihak aparat keamanan harus bertindak tegas. Tak boleh ada kompromi, demi menghasilkan efek jera. Mungkin, saran dari saya ini agak kontroversial, tapi ini perlu dilakukan.

Berhubung panasnya hubungan antar kedua belah pihak, sebaiknya PSSI dan pihak aparat keamanan mengharuskan laga "big match" ini digelar tanpa penonton, untuk jangka waktu cukup lama, misalnya 5 sampai 10 tahun ke depan, atau sampai kedua kelompok suporter mampu bersikap dewasa. Larangan ini diharapkan dapat memberikan efek jera, dan mampu mengedukasi kelompok suporter lainnya. Bagaimanapun, nyawa manusia jauh lebih berharga, daripada uang hasil penjualan tiket penonton.

Meski terlihat ekstrim, cara ini nyatanya pernah berhasil diterapkan UEFA, khususnya setelah Tragedi Heysel (1985) terjadi. Kala itu, UEFA melarang klub Inggris bermain di Eropa selama lima tahun. Sanksi ini lalu direspon FA (bekerjasama dengan pihak aparat keamanan Inggris), dengan memberantas hooliganisme, yang selama bertahun-tahun sebelumnya menjadi "penyakit" di sepak bola Inggris. Hasilnya adalah liga Inggris seperti yang kita lihat sekarang.

Mengingat situasinya, cara ini agaknya perlu diterapkan juga di sepak bola nasional. Berhubung tragedi semacam ini sudah berulangkali terjadi, perlu ada tindakan tegas, bukan sebatas deklarasi basa-basi. Jika tidak, siklus lingkaran setan ini akan terus terulang sampai kapanpun.

Tragedi kematian Haringga Sirila menjadi potret buram terkini dari rivalitas Persib dan Persija. Tentunya, ini adalah satu hal yang sangat disayangkan, karena sepak bola malah menjadi alasan untuk membunuh orang. Padahal, seketat apapun rivalitas kedua tim, harganya tak seberapa jika dibandingkan dengan nyawa manusia.

Mau sampai kapan ini terus terjadi, wahai suporter fanatik yang terhormat?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun