Menurunnya performa Dinho, membuka jalan bagi Lionel Messi, untuk menjadi bintang di Barca, dan menandai akhir masa keemasannya. Karirnya di Barca berakhir muram, setelah ia dilepas ke AC Milan tahun 2008.
Memang, selepas membela Barca, karir Dinho tak pernah seterang sebelumnya. Masalah kebugaran dan indisipliner, membuatnya tersingkir dari tim inti. Setelahnya, Dinho menjalani kiprah singkat, bersama klub Flamengo, Atletico Mineiro (Brasil), Queteraro (Meksiko), dan Fluminense (Brasil).Â
Dalam periode ini, satu gelar Copa Libertadores 2013, dan penghargaan Pemain terbaik Amerika Selatan 2013, saat membela Mineiro, menjadi capaian terbaiknya.Â
Tapi, ia tak pernah bermain lagi, dan sibuk menjadi duta klub Barcelona, sejak memutus kontraknya di Fluminense tahun 2015. Dinho sendiri baru mengumumkan pensiun, Selasa, (16/1), melalui kakak sekaligus agennya, Roberto de Assis.
Perjalanan karir Ronaldinho, benar-benar merepresentasikan dua sisi "ginga" (kegembiraan) khas Brasil secara nyata. Di satu sisi, "ginga" memberi kegembiraan, lewat aksi-aksi individu memukau, dan kebebasan berkreasi di lapangan. Tapi, di sisi lain, "ginga" mencerminkan ketidakdisiplinan, yang jika dibiarkan akan berdampak merusak.
Terlepas dari sisi negatifnya, karir gemilang Dinho, baik bersama klub maupun timnas, layak diapresiasi. Karena, lewat Dinho, kita bisa belajar cara menikmati sepak bola dengan gembira.
Adeus Dinho, obrigado! (Goodbye Dinho, terima kasih!)