Mohon tunggu...
Dasanama
Dasanama Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Menulis menjadi bagian dari hobi yang mampu mengasah intelegensi seseorang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Si Nenek Menghampiriku dan Ibuku

12 Januari 2021   19:40 Diperbarui: 12 Januari 2021   19:50 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diambil dari Kaskus. Linknya: https://s.kaskus.id/images/2019/09/18/1507524_20190918095025.jpg

Cerita ini berdasarkan kisah nyata saya yang dialami 6 tahun lalu. Pengalaman yang tidak akan saya lupakan ketika masih ngekos di Yogyakarta. Nama dan tempat kos serta daerah tidak akan saya sebutkan di sini. Kos ini berada di tengah-tengah kota dan nama kosnya juga cukup terkenal. Jadi sebut saja daerah A dan kos B. 

Saya waktu itu baru menginjak usia 14 tahun dan harus hidup sendirian di Yogyakarta. Yogyakarta bukanlah kota yang asing buat saya, karena beberapa saudara saya tinggal di Jogja. Kemandirian yang diharapkan timbul pada diri saya, diputuskanlah oleh orang tua untuk hidup sendirian di kos.

Saya ngekos di kos B karena tempatnya yang strategis dari sekolah dan harga yang cukup terjangkau. Pertama kali tiba di kos, langsunglah diarahkan untuk naik ke lantai dua dan disediakan kamar yang cukup luas dan sejuk. Melihat-lihat isi kamar dengan fasilitas kamar yang memadai, akhirnya saya mengiyakan kamar tersebut.

Kos B diisi 24 kamar dan saya menempati kamar nomor 6 dengan jendela yang menghadap ruang cuci. Ruang cuci ini sering dipakai untuk merokok anak-anak kos karena harus sembunyi dari penjaga kos dan pastinya sesuai fungsi, yaitu jemur pakaian. Keadaan ruang cuci terbilang gelap dan sunyi.

Pada saat itu kamar kos saya berisikan meja belajar, kursi, lemari, dan kasur. Meja belajar awalnya menghadap ke jendela, akhirnya saya pindahkan untuk menyampingi dan membelakangi jendela. Jadi posisi saya ketika tidur kepala menghadap arah Timur, lemari menghadap Utara, jendela menghadap Barat, dan Meja menghadap Utara.

Pesan ibu saya ketika sebelum meninggalkan kos dan kembali ke Jakarta yaitu, "Jangan pernah dibuka ya jendelanya". Saya mengiyakan dan memang kalau jendela dibuka rasanya sangat risih. Empat bulan saya tidak membuka jendela baik di siang hari maupun malam hari. Memang hawanya menjadi sangat lembab dan terkesan adem.

Empat bulan pertama semua berjalan baik-baik saja tanpa adanya gangguan. Suatu hari, siang-siang teman sebelah kamar saya menghampiri dan mengatakan, "Mbok dibuka jendelane, lembab e, buka wae ben seger hawane". Saya membuka jendelanya tanpa perlu pikir panjang dan menghiraukan nasihat Ibu saya karena memang hawanya lembab dan kurang nyaman tidak ada sirkulasi udara yang masuk. Hawanya menjadi beda karena ada udara yang masuk ke kamar saya, dan berbincang-bincanglah saya tentang tugas sekolah.

Sore hari setelah adzan maghrib, kurang lebih pukul 19.00 WIB, saya lupa untuk menutup jendela kamar. Karena hawanya masih sangat sejuk, akhirnya jendela terbuka hingga sekitar pukul 21.00 WIB. Tepat saat itu ibu saya menelpon untuk menanyakan kabar dan secara tidak sengaja mengingatkan untuk tetap menutup jendela jangan sampai terbuka. Setelah diingatkan seperti itu, langsung saja saya beranjak menutup jendela rapat-rapat dan melapisinya dengan gorden.

Pada saat itu Jogja hawanya sangat panas dan sumuk, jadi saya memutuskan untuk mandi di malam hari supaya tidur dengan tenang. Sebelum tidur seperti biasa bermain handphone dan melihat grup keluarga serta grup kelas, barangkali ada tugas yang belum dikerjakan. Setelah ritual sebelum tidur terlaksana, saya matikan lampu kamar dan bergegas tidur. Posisi tidur saya menghadap ke kiri, jadi berhadapan dengan tembok sambil memeluk guling.

Ketika sudah terlelap tidur, saya merasa ada yang janggal dan ini adalah kali pertama mengalami kejadian seperti ini. Saya merasa terbangun dan berdiri di samping kasur saya dengan posisi menghadap ke diri saya. Saya melihat diri saya yang sedang terbaring tidur sambil memeluk guling dan menghadap tembok. Satu menit saya melihat diri saya tidur dan seperti tidak ada yang aneh. Seakan-akan roh saya mampu melihat raga saya dan suasana saat itu sama persis yaitu lampu kamar mati, seprai, dan kipas kecil yang berputar di samping kasur.

Saya yang berdiri terpaku melihat diri sendiri sedang tertidur pulas, mencoba untuk menolehkan hadapan saya ke samping meja belajar. Sialnya, saya melihat seorang nenek-nenek sedang berdiri di samping meja belajar menggunakan jarik, rambut yang kusut dan terurari, serta menunjukan wajah datar. Benar-benar tanpa ekspresi, tidak ada senyum atau marah. Ketika saya melihat si nenek-nenek itu, ia berjalan pelan menghampiri kasur dan berbaring tepat di samping saya. Tidak lama kemudian ia memeluk raga saya dengan erat dan berusaha mencekik saya.

Lucunya, raga saya yang ketika dipeluk dan dicekik, tiba-tiba roh saya kembali ke raga saya. Hembusan napas dan cengkraman si nenek itu sangat-sangat terasa. Saya merasakan sesak karena tidak bisa bernapas dan deru napas si nenek sangat terasa di leher saya kala itu. Saya berdoa sekuat tenaga untuk meminta pertolongan Yang Ilahi membantu mengusi si nenek tersebut.

Di samping berdoa, saya juga berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cengkraman si nenek. Berat, sangat berat, butuh waktu lama sekitar 15 menit. Akhirnya saya berhasil melepaskan pelukan dan cekikan si nenek dan bangun dari tidur. Saat bangun, badan saya merasa lemas dan jujur tidak berani untuk menoleh ke belakang. Saya memutuskan untuk kembali tidur, tetapi ketika ingin tidur tiba-tiba handphone berdering, ternyata telepon dari ibu saya yang menanyakan kabar. Bayangkan kejadian saya dipeluk terjadi kurang lebih pukul dua pagi dan tepat ketika berhasil melawan si nenek, ibu saya menelepon menanyakan kabar. Saya tidak berani cerita, akhirnya hanya mengatakan "Gapapa, aku baik-baik aja kok. Udah ya aku mau tidur lagi".

Cerita ini saya simpan sendiri tanpa sepengetahuan teman-teman dan keluarga. Bulan Juni 2015 adalah waktu di mana saya mengerti apa yang terjadi antara saya, ibu, dan si nenek tersebut. Kakak saya menanyakan dan menceritakan pengalaman ibu saya yang membuat saya merinding. Ia mengatakan, "Dek, kamu ingat gak pas kamu ditelepon ibu sekitar jam 2 pagi? Pas itu ibu lagi tidur, terus tiba-tiba ibu ngigo sendiri sambil teriak "jangan ambil anakku, hadapi aku" terus dibangunin tapi gak mau bangun. Akhirnya ibu bangun sendiri. Nah pas ibu bangun langsung ngomong "adek dipeluk nenek-nenek jahat telepon adek sekarang telepon sekarang, nenek itu jahat mau ambil adek" nah pas itu langsung deh ibu telepon kamu, katanya kamu gapapa".

Mendengar cerita singkat kakak saya, akhirnya secara reflek langsung membuka setiap ingatan yang ada di kepala. Cerita dari kakak langsung saya konfimasikan ke ibu, dan ternyata tepat. Ibu menceritakan bahwa ia berjalan di lorong gelap, kosong, dan lembab. Ia menyusuri lorong tersebut dan mendengar rintihan saya yang sedang menjerit minta tolong.

Di ujung perjalanan, ibu melihat saya sedang dipeluk dan dicekik nenek-nenek, tangan kanan merangkul badan dan tangan kiri mencekik leher. Ibu di dalam mimpinya langsung berdoa dan meminta pertolongan kepada Yang Ilahi serta berusahs melepaskan cengkraman nenek itu dari badan dan leher saya. Ibu mengatakan bahwa ia berteriak dan menantang si nenek tersebut untuk melepaskan anaknya dan melawannya.

Ibu mengatakan, "Nah, pas ibu berhasil ngelepasin tangan si nenek itu dari kamu, ibu langsung peluk kamu dek. Kamu tau gak wajah si nenek itu gak hancur, biasa aja kayak nenek-nenek pada umumnya, tapi dia mau ambil kamu. Pas berhasil nyelamatin kamu, tiba-tiba ibu kebangun dari tidur, terus langsung nelepon kamu, soalnya ibu kira kamu kenapa-kenapa". Mendengar cerita ibu, saya langsung merinding dan parno sendiri.

Ternyata ketika saya dipeluk si nenek, di waktu yang sama pula ibu melihat saya dipeluk. Saat saya berusaha melepaskan cekikan si nenek, di saat itu pula ibu membantu untuk melepaskannya. Dan di saat saya terbangun dari tidur karena sudah berhasil menyelamatkan diri dari si nenek, di waktu yang sama ibu terbangun juga dan langsung menelepon saya untuk menanyakan kabar.

Sejak saat itu saya sering mendapatkan teror berupa langkah kaki dari balik jendela. Beberapa kali memang kerap terdengar suara orang berjalan di jemuran jam 2 pagi. Tidak jarang juga saya mendengar jendela saya seperti ada yang mengetuk tapi tidak pernah terpikirkan untuk membuka dan melihat siapa yang mengetuk. Setelah tidak tahan mendapatkan teror, akhirnya saya putuskan untuk pindah kos dan mencari yang lebih layak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun