Para kritikus menilai bahwa pergantian menteri pada pos-pos strategis itu terlalu sarat dengan kepentingan politik. Hal ini diperkuat lagi dengan sinyal yang menunjukkan bahwa jatah kursi menteri pengganti sebagai "imbalan politik." Maka apabila pola pergantian ini yang terus berlanjut dalam pemerintahan Prabowo-Gibran, maka kabinetnya bisa terjebak dalam transaksional politik, bukan transformasi politik.
Tentu saja implikasi yang diakibatkan dari reshuffle, khususnya pada kedua pos strategis ini tidak kecil, sebab ke depan setiap kebijakan fiskal maupun keamanan akan dipertanyakan oleh publik.Â
Apakah kebijakan itu lahir dari visi pembangunan, atau sekadar kalkulasi untuk menjaga keseimbangan dalam tubuh elite politik? Pertanyaan inilah yang membuat reshuffle menjadi lebih rumit dari sekadar rotasi para menteri dalam pemerintahan.Â
Reshuffle kabinet pertama era Prabowo-Gibran merupakan momentum penting yang akan menentukan arah legitimasi pemerintahan lima tahun ke depan. Sebab selain membuka peluang konsolidasi kekuasaan dan upaya untuk merapikan barisan pendukung, Â dan menata ulang visi pembangunan, juga akan memperlihatkan wajah dan gaya politik Prabowo-Gibran yang cenderung kompromistis dan sarat kepentingan di antara para elite.
Politik selalu berdampingan dengan ekonomi. Setiap implikasi politik sekaligus mendatangkan implikasi ekonomi. Karena politik selalu harus berbayar ekonomi. Karena keliru menempatkan orang pada tempatnya akan membawa dampak sosial dan ekonomi yang besar. Â "The right man on the right place" sebab "A man behind the gun"! Â Keputusan yang berani mesti diikuti dengan dampak yang positif bagi kepentingan bangsa dan negara!
Semoga bermanfaat!
Atambua: 09.09.2025
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI