Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Ada Keluarga yang Sempurna

3 September 2025   23:37 Diperbarui: 3 September 2025   23:37 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga bahagia vs tidak ada keluarga yang sempurna (Alodokter)

"Tidak ada keluarga yang sempurna. Terkadang kami berdebat, berkelahi, bahkan satu waktu berhenti berbicara satu sama lain. Namun pada akhirnya, keluarga tetaplah keluarga, di mana cinta akan selalu ada" (Kata Mutiara tentang Keluarga oleh Amelia Riskita)

Kata Paus Fransiskus tentang Keluarga

Salah satu mahakarya dari mendiang Paus Fransiskus adalah seruan Apostolik tentang Keluarga yang berjudul Amoris Laetitia yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berbunyi "Sukacita Kasih." Seruan Apostolik ini dikeluarkan pada tanggal 19 Maret 2016. 

"Sejarah setiap keluarga ditandai dengan segala macam krisis, namun ini juga merupakan bagian dari keindahan yang dramatis," demikian Paus Fransiskus. Karena itu, "Pasangan harus dibantu untuk menyadari bahwa mengatasi krisis tidak perlu memperlemah hubungan mereka, sebaliknya, hal itu dapat memperbaiki, memantapkan dan mematangkan anggur perkawinan mereka."

Menarik bahwa ketika berbicara tentang keluarga, pemimpin Gereja Katolik sejagat itu menggunakan istilah menarik yaitu 'anggur perkawinan.' Beliau bahkan mengatakan bahwa ketika sebuah perkawinan dipandang sebagai tugas perutusan yang juga mencakup mengatasi rintangan, maka setiap krisis menjadi kesempatan untuk bersama-sama minum anggur terbaik.

Nah ketika membaca tulisan Paus Fransiskus tentang minum anggur terbaik, para Kompasianer Nasrani yang pernah membaca Alkitab tentu akan terus menangkap maksudnya yaitu peristiwa yang pernah terjadi di Kota Kana pada 2025 tahun silam ketika Yesus Sang Guru menghadiri pesta perkawinan di sana. 

Pada saat terjadi krisis anggur yang dihadapi keluarga baru Kana itu dan berkat kerja sama yang baik antara Ibu dan Anak dapat menyelamatkan tuan pesta dari rasa malu akibat krisis anggur yang mereka alami. 

Ketika Maria, Ibu Yesus melihat bahwa mereka kehabisan anggur, ia mengatakan kepada Anaknya Yesus yang ia tahu, pasti bisa turun tangan untuk membantu keluarga baru itu dari persoalan yang mereka hadapi yaitu kehabisan anggur.

Dan, apa yang terjadi? Yesus turun tangan dan anggur baru dihadirkan dalam pesta tersebut sehingga mereka "bersama-sama minum anggur terbaik!"

Pesan yang disampaikan penginjil Yohanes sebagaimana dikutip Sri Paus Fransiskus dalam surat apostolik ini jelas. Krisis yang dihadapi keluarga harus dihadapi bersama-sama. Komunikasi adalah sebuah seni yang dipelajari di saat-saat damai untuk dipraktekkan di saat-saat sulit. 

Krisis anggur yang dihadapi keluarga Kana itu hanya bisa teratasi ketika ada komunikasi antara para pelayan, panitia pesta yang menyampaikan kepada Maria, ibu Yesus, dan bagaimana peran Maria mengkomunikasikan dengan Yesus puteranya, hingga anggur baru dihidangkan lagi.

Sampai di sini Paus Fransiskus menegaskan bahwa keluarga tidaklah sempurna akan tetapi keluarga adalah anugerah yang indah dari Tuhan bagi manusia.

Maka tepatlah kata-kata mutiara tentang keluarga yang dikumpulkan oleh Amelia Riski di atas bahwa tidak ada keluarga yang sempurna di dunia ini. "Sebab terkadang kami berdebat, berkelahi, bahkan satu waktu berhenti berbicara satu sama lain. Namun pada akhirnya, keluarga tetaplah keluarga, di mana cinta akan selalu ada."

Mengapa Tidak Ada Keluarga yang Sempurna?

Ketika berbicara tentang kesempurnaan, semua orang normal pasti angkat tangan, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Tuhan. Tidak ada manusia yang sempurna. Meskipun Tuhan sendiri meminta agar manusia berjuang menuju kesempurnaan. "Karena itu haruslah kamu sempurna sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna" (Injil Matius bab 5 ayat 48). 

Jadi jelas alasannya  mengapa tidak ada keluarga yang sempurna karena memang tidak ada manusia yang sempurna. Keluarga itu sendiri dibentuk oleh dua pribadi pria dan wanita yang sama-sama tidak sempurna. Maka demikian pun menghasilkan manusia-manusia yang tidak sempurna pula.

Dalam hal ini sekali lagi Paus Fransiskus dalam Amoris Laetitia (No.237-238) mengatakan, "semakin sering terjadi bahwa ketika orang merasa keinginannya tidak terpenuhi atau mimpinya tidak terwujud, maka hal ini cukup menjadi alasan bagi mereka untuk mengakhiri perkawinan. Dengan demikian, tidak akan ada perkawinan yang lestari atau sempurna."

Justru dalam situasi yang demikian mereka harus menegaskan kembali pilihan atas pasangannya sebagai rekan seperjalanan, melampaui berbagai keterbatasan relasi. Pada akhirnya mereka dengan realistis menerima bahwa pihak lain tidak dapat memenuhi semua impian yang mereka dambakan. 

Salah satu bukti ketidaksempurnaan keluarga adalah adanya keluarga single parent. Perjuangan single parent untuk membesarkan anak sendiri karena kehilangan atau kematian pasangan, ditinggalkan pergi oleh salah satu dari pasangan semakin menguatkan adanya keluarga tidak sempurna.

Sebaliknya keluarga yaitu pasangan suami istri yang mengalami krisis membutuhkan waktu dan segala daya upaya yang pada akhirnya mereka menyadari bahwa setiap krisis dapat menjadi "ya" yang baru untuk semakin diperbarui, diubah dan  dimatangkan.

Bagaimana Mengupayakannya?

Baik Paus Fransiskus maupun pengalaman keluarga-keluarga modern, mereka mengatakan tidak mudah mengupayakan keluarga yang bahagia, apalagi yang sempurna. Akan tetapi jalan pengharapan selalu terbuka bagi setiap orang yang percaya akan penyalenggaraan Tuhan.

Untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera bukan keluarga yang sempurna, banyak pakar menganjurkan beberapa tips untuk dipraktekkan sebagai berikut:

Pertama,  fokuslah pada komunikasi yang terbuka dan jujur.

Komunikasi dan keterbukaan itu surganya keluarga. Sampaikanlah pikiran dan perasaan dengan jujur dan terbuka antara suami dan istri sehingga setiap orang merasa nyaman untuk berbagi. Tidak ada sesuatu pun yang disembunyikan dari yang lainnya. Pentingnya saling mendengarkan dan menciptakan suasana bicara dengan pasangan.

Kedua, Luangkan waktu berkualitas untuk bersama

Perlunya rutinitas bersama seperti makan bersama, melakukan aktivitas bersama tanpa diganggu oleh gadget atau gawai. Sering-seringlah melakukan liburan atau rekreasi bersama. 

Ketiga, Saling menunjukkan perhatian dan dukungan emosional

Saling memberi perhatian di antara suami istri itu merupakan hal yang penting dan dibutuhkan keluarga. Saling membantu dan melayani. Tidak hanya untuk hal besar. Mulailah dari hal-hal yang kecil saja. Hal ini menjadi kesempatan untuk saling memberi perhatian.

Keempat, bersikap toleran dan menghargai perbedaan

Setiap -pribadi itu unik. Masing-masing punya perbedaan. Tidak ada yang persis sama. Karena itu dibutuhkan saling menghargai. Sikap toleransi itu harus dimulai dari rumah kita sendiri baru keluar kepada orang lain.

Kelima, Lakukan kebiasaan hidup sehat bersama

Perlu menjaga keseimbangan dan kesehatan. Terapkan kebiasaan-kebiasan hidup sehat secara bersama-sama. Perlu menjaga keseimbangan waktu antara untuk keluarga dan pribadi.

Keenam, kelola konflik secara sehat

Kalau ada konflik segeralah diselesaikan, jangan ditunda-tunda.  Alkitab mengatakan janganlah matahari terbenam sebelum padam amarahmu! Setiap konflik perlu diatur supaya tidak menimbulkan konflik yang lebih berat lagi. Jadilah bijak dalam mengelola konflik keluarga.

Ketujuh, ciptakan lingkungan yang aman dan positif di rumah

Berpikiran positif selalu terhadap pasangan. Ciptakan juga lingkungan keluarga yang aman sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga lainnya. Selalu menjadi jembatan dan penengah bagi keluarga lain ketika ada soal.

Penutup

Percayalah dengan menerima bahwa tidak ada keluarga yang sempurna, kita akan berusaha untuk menjalani hidup berkeluarga dengan baik, membangun kerja sama dengan orang lain, dan mengandalkan Tuhan sebagai kekuatan keluarga. Justru karena tidak ada keluarga yang sempurna, maka marilah kita berusaha memperjuangkan untuk menciptakannya di dalam keluarga kita.

Demikianlah sebuah tulisan sederhana semoga bermanfaat bagi yang membacanya.

Atambua: 03.09.2025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun