Bandung|| Dalam bayang-bayang tumpukan dokumen hasil audit dan lemahnya komitmen sejumlah daerah menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), muncul satu sosok yang bergerak melawan kelumpuhan moral birokrasi: Yosan Guntara, penggiat anti korupsi Jawa Barat sekaligus Wasekjen GMPK Jawa Barat.
Belakangan ini pergerakan Yosan menjadi figur yang dianggap mengusik kenyamanan para pemangku kepentingan di pemerintahan daerah. Dengan semangat mengawal akuntabilitas keuangan publik, ia menelusuri jejak temuan BPK di berbagai kabupaten/kota di Jawa Barat dari Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, hingga Cirebon, Tasikmalaya, dan Pangandaran.
Di setiap kota, Yosan menyusuri apa yang ia sebut sebagai "peta luka anggaran": indikasi penyimpangan dana BOS, belanja fiktif, pemborosan perjalanan dinas, aset daerah yang tidak tercatat, dan proyek infrastruktur yang menyalahi spesifikasi. Tak sedikit di antaranya sudah direkomendasikan untuk ditindaklanjuti BPK, namun mangkrak selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
"Kami bukan sedang menuntut sempurna, tapi setidaknya serius menindaklanjuti. Banyak daerah hanya menjadikan temuan BPK sebagai formalitas, bukan peringatan moral," ujar Yosan dalam wawancara eksklusif di Bandung.
Yosan pun tak segan mengangkat temuan tersebut ke publik, menyuarakannya lewat laporan pengaduan masyarakat, diskusi publik, hingga sosial media. Ia juga mengklaim telah mendokumentasikan lebih dari puluhan temuan BPK yang belum tuntas ditindaklanjuti di berbagai kabupaten/kota.
Puncaknya, Yosan menggagas audiensi resmi dengan BPK Perwakilan Provinsi Jawa Barat, membawa berkas-berkas pengaduan, bukti fisik, hingga data lapangan dari berbagai daerah. Dalam forum tertutup, Yosan berkordinasi untuk menjalani sinergitas dalam mendorong penyelesaian Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan (TLRHP), serta mendorong pemberian sanksi bagi pejabat yang lalai.
Seorang pejabat internal BPK Jabar yang enggan disebutkan namanya menyebut, "Kami sangat menghargai peran masyarakat. Namun, kami juga menghadapi keterbatasan dalam penegakan. Koordinasi lintas instansi menjadi tantangan tersendiri."
Namun bagi Yosan, alasan itu justru memperkuat urgensi kehadiran masyarakat sipil.
"Kalau bukan kita yang mendorong, maka sistem akan terus nyaman dalam ketidakseriusan. Dan uang rakyat akan terus mengalir ke jurang ketidakjelasan," tegasnya.
Yosan tak hanya bertindak sebagai penggiat, tapi juga membawa pendekatan ilmiah dalam kritiknya. Ia mengangkat konsep Fraud Triangle, tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi sebagai kerangka analisis terhadap berbagai pelanggaran anggaran. Menurutnya, ketidakseriusan menindaklanjuti temuan BPK justru menciptakan "moral hazard berjamaah", di mana pejabat merasa aman karena tidak ada sanksi.