Mohon tunggu...
Yosafati Gulö
Yosafati Gulö Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Warga negara Indonesia yang cinta kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

FPI, Macan Tinggal Sekandang dengan Kawanan Domba

11 Mei 2019   21:23 Diperbarui: 12 Mei 2019   06:50 1977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Melenceng dari tujuan awal
Menurut wikipedia, desakan mendirikan FPI dilatarbelakangi oleh tiga hal. Pertama, adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa. Kedua, adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh sektor kehidupan. Ketiga, adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta ummat Islam.

Didasarkan pada anggapan itu, maka FPI terus bergerak gencar. Gelora semangat FPI memerbaiki keadaan yang dinilai menyimpang selalu dijaga. Sayang, bahwa pergerakan yang dilakukan, dari waktu ke waktu melenceng dari tujuannya semula.

FPI malah terus menjadikan dirinya sebagai lembaga kontrol terhadap berbagai kebijakan negara atau tindakan-tindakan apa pun dan oleh siapa pun yang dinilai menyimpang dari apa yang mereka gariskan.

Semua hal yang dinilai tidak sesuai berdasarkan nilai dan ukuran-ukuran mereka jangan harap bisa bertahan. Pasti diserang, dilibas dihabisi. Hukum negara tidak dipedulikan. Seolah tidak berlaku bagi mereka. Atas nama pemberantasan kemungkaran dan kemaksiatan maupun yang dinilai merusak harkat dan martabat Islam dilibas tanpa rasa iba sedikit pun.

Mungkin karena dulunya dekat dengan petinggi TNI dan Polri, FPI merasa tak ada yang perlu ditakuti. Merasa diri berada di atas angin. Aksi-aksi mereka makin tak terkendali, menjurus liar. Mereka tidak segan-segan main hakim sendiri kepada siapa pun yang dinilai menghalang-halangi keinginan mereka. Petugas Polisi sekali pun.

Keganasan FPI sudah mulai diperlihatkan pada tanggal 13 November 1998. Saat itu mereka menyampaikan aspirasi ke Sidang Istimewa MPR tentang lima hal. Pertama, mencabut Pancasila sebagai asas tunggal; Kedua, menghentikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila; Ketiga,  mencabut Dwifungsi ABRI, Keempat, mendesak pertanggungjawaban mantan presiden Soeharto; dan Kelima, menuntut permintaan maaf Golongan Karya sebagai partai penguasa selama Orde Baru.

Bendera FPI yang dijual di Toko Pedia
Bendera FPI yang dijual di Toko Pedia

Sejak saat itu, dapat dikatakan FPI terus unjuk gigi. Lihat misalnya tuntutan FPI kepada MPR tahun 2002. Sambil membawa spanduk bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa", mereka mendesak MPR agar kalimat "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pasal 29 UUD 1945 perlu ditambah "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" (Piagam Jakarta, yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945) dimasukkan dalam amandemen UUD 1945 yang sedang dibahas di MPR.

Syukur bahwa tuntutan ini ditolak MPR. Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), Dr. J. Soedjati Djiwandono, berjasa mengingatkan MPR bahwa bila tujuh kata Piagam Jakarta itu dimasukkan ke dalam UUD 1945 yang diamandemen, maka perpecahan bangsa dan negara sangat mungkin terjadi.

Benar bahwa mereka juga melakukan tindakan positip seperti aksi kemanusiaan di Aceh 2004 pasca Tsunami. Pada saat itu, sekitar 400 orang anggota FPI dipimpin langsung oleh Habib Rizieq terjun ke Banda Aceh sebagai sukarelawan membantu korban tsunami. Juga menyeru-nyerukan semangat memberantas korupsi, dan lainnya.

Namun, aksi baik yang dilakukannya itu tidak ada apa-apanya dibandingkan perusakan-perusakan yang mereka lakukan sejak ia berdiri sampai saat ini. Tidak percaya? Bukalah link Daftar Aksi FPI di wikipedia atau buka youtube. Bentrokan demi bentrokan, kerusuhan, penyerangan kantor, penganiayaan, pembakaran, mengobrak-abrik rumah makan, rumah ibadah, kafe, toko, dan sebagainya dilakukan sesukanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun