Dunia konstruksi Indonesia pada masa sekarang ini menghadapi situasi yang kian kompleks karena masalah yang harus dipecahkan tidak semata-mata bersifat teknis, tetapi lebih didominasi oleh kepentingan politis, budaya jalan pintas, kolusi dan penurunan idealisme positif secara besar-besaran. Dalam berbagai proyek yang dikelola oleh pemerintah daerah: propinsi, kabupaten dan kota, terjadi penurunan kualitas konstruksi praktis pada segala lini. Kualitas pekerjaan yang di bawah standar bahkan secara frontal menyalahi standar-standar atau tatacara/pedoman pekerjaan konstruksi terjadi di dalam segala tipe konstruksi, baik pekerjaan jalan, pekerjaan bangunan/gedung, pekerjaan irigasi maupun pekerjaan jembatan.
Sementara itu untuk mitigasi dampak bencana alam seperti banjir bandang, longsor, gempa dan tsunami, sektor konstruksi Indonesia menghadapi masalah yang sangat mendasar yaitu terdapatnya kesenjangan antara standar perencanaan konstruksi (SNI-03-1726-2002, SNI-03-2487-2002, SNI-03-1726-2012) dengan praktek konstruksi di lapangan.
Penurunan kualitas pekerjaan konstruksi sedemikian, sedikit atau banyak ada hubungannya dengan kecenderungan terjadinya penurunan mutu pendidikan, khususnya mutu keluaran berbagai universitas di Indonesia. Salah satu faktor yang sangat dominan dalam hal ini adalah para dosen dan mahasiswa menjadi lebih tidak idealis atau menjadi lebih pragmatis dan telah menjadi lebih tidak mau bersusah payah.
Di bawah ini diberikan 3 contoh penurunan kualitas pekerjaan konstruksi yang sangat signifikan dalam beberapa proyek di Sulawesi Tengah.
Jalan Trans Sulawesi Poso (Tagolu) – Tentena
Kerusakan signifikan pada beberapa titik badan jalan di jalur Jalan Nasional Trans Sulawesi Poso (Tagolu) – Tentena [Gbr. 1.a-d] yang dikerjakan dengan kontrak senilai Rp. 54 milyar dan yang baru saja diserah-terimakan akhir tahun 2015 ini pendek kata disebabkan oleh mutu pekerjaan konsultansi perencanaan yang kurang, dibawah standar, non-qualified atau tidak komprehensip. Mengingat bahwa jasa konsultansi perencanaan pada pekerjaan ini dibayar dengan angka relatif sangat besar, sekitar Rp. 1.4 – 1.8 milyar, maka kesalahan perencanaan sedemikian cukup memalukan.
Kerusakan badan jalan yang terjadi hanya beberapa bulan sesudah masa pelaksanaan pekerjaan ini tidak saja menggambarkan rendahnya mutu jasa konsultansi “kelas atas”, tetapi membahayakan para pengguna jalan. Selain itu, distorsi dalam hasil pekerjaan (proyek) yang sedemikian ini tidak paralel dengan kerugian para pengguna jalan akibat penutupan satu-satunya akses jalan Poso-Tentena ini selama fase-fase pekerjaan 8 – 12 jam sehari selama berapa tahun pelaksanaan pekerjaan (lihat: “Menyoal Lama Penutupan Jalan Trans Sulawesi pada Poros Tagolu – Tentena”)
Pasar Sentral Kawua
Bukannya meningkat malah menurun. Mutu pekerjaan konstruksi bangunan secara umum mengalami penurunan. Kerusakan parah pada sebagian besar item pekerjaan bangunan dalam Pasar Sentral Kawua, Poso (Gbr. 2.a-c) yang baru diserah-terimakan tahun 2015 disebabkan oleh rendahnya kualitas pelaksanaan pekerjaan (kontraktor), rendahnya mutu pengawasan (internal maupun jasa konsultansi) dan faktor-faktor non-teknis. Mutu konstruksi pasar baru Kabupaten Poso ini (dikonstruksi Tahun 2014 - 2015) berada jauh di bawah mutu pekerjaan konstruksi Pasar Sentral Poso lama yang dibangun tahun 1982-1983 (lihat Gbr. 3.a-d).