Mohon tunggu...
Yopin Narlin
Yopin Narlin Mohon Tunggu... mahasiswa universitas nusa cendana kupang prodi administrasi negara

membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Generasi Z Terbiasa Serba Cepat Tapi Kehilangan Ketahanan Mental

1 Juli 2025   09:33 Diperbarui: 1 Juli 2025   09:33 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Generasi Z Terbiasa Serba Cepat Tapi Kehilangan Ketah Generasi Z Terbiasa Serba Cepat Tapi Kehilangan Ketahanan Mental

anan Mental

Oleh: Yosefa Natalia Narlin dan Dr. Syukur Muhaymin Adang Djah, S.Sos., M.A.P

Kehidupan digital yang serba instan telah membentuk Generasi Z sebagai generasi yang sangat terampil dalam beradaptasi dengan teknologi. Mereka tumbuh bersama internet, media sosial, dan layanan cepat yang membuat segala sesuatu terasa bisa didapat dalam hitungan detik. Sayangnya, budaya instan ini tak hanya mengubah cara mereka berkomunikasi atau bekerja, tetapi juga memengaruhi daya tahan mental mereka.

Ketika semua serba cepat dan instan, proses panjang menjadi sesuatu yang menakutkan. Banyak anak muda merasa frustrasi saat hasil tidak datang segera. Mereka terbiasa dengan "sekali klik langsung jadi", namun kehidupan nyata tidak selalu bekerja seperti itu. Inilah yang kemudian membuat sebagian dari mereka kurang tahan terhadap tekanan, kegagalan, atau proses yang menuntut kesabaran.

Laporan WHO menunjukkan peningkatan gangguan kecemasan dan depresi di kalangan remaja dan dewasa muda dalam satu dekade terakhir. Salah satu faktor yang sering dikaitkan adalah ekspektasi yang terlalu tinggi dan kurangnya keterampilan menghadapi kegagalan. Ketahanan mental, kemampuan untuk bangkit setelah gagal, menunda kepuasan, dan menghadapi tekanan tidak tumbuh dalam budaya serba instan.

Ini bukan kesalahan Generasi Z sepenuhnya. Mereka dibesarkan di lingkungan yang menanamkan kecepatan sebagai nilai. Namun, penting bagi pendidikan dan keluarga untuk menanamkan nilai kesabaran, ketekunan, dan kemampuan untuk bertahan dalam proses panjang. Ketahanan mental bukan sesuatu yang otomatis ada, tetapi harus dilatih, justru lewat pengalaman yang tidak selalu cepat dan nyaman.

Jika tidak ada kesadaran kolektif untuk memperbaiki cara pandang terhadap proses dan kegagalan, kita berisiko mencetak generasi yang hebat secara teknis tapi rapuh secara emosional. Dan itu adalah tantangan serius, bukan hanya bagi mereka, tapi bagi masa depan bangsa.

Tekanan untuk selalu tampil sempurna di dunia maya juga memperparah kondisi ini. Media sosial, yang menjadi ruang utama interaksi Generasi Z, dipenuhi dengan standar keberhasilan dan kebahagiaan yang sering kali tidak realistis. Foto-foto liburan mewah, pencapaian akademik luar biasa, hingga gaya hidup serba sempurna, menciptakan tekanan tersendiri bagi banyak anak muda. Mereka merasa harus selalu "berhasil" di usia muda, padahal kenyataan hidup tidak sesederhana unggahan Instagram. Ketika kenyataan tidak sesuai dengan ekspektasi yang mereka bentuk sendiri, rasa gagal dan tidak berharga pun muncul, dan ini berdampak langsung pada kondisi mental mereka.

Membangun ketahanan mental di tengah derasnya arus budaya instan membutuhkan pendekatan yang sistematis dan kolaboratif. Sekolah, keluarga, hingga institusi pemerintah harus mulai menyadari pentingnya penguatan karakter dan kesehatan mental dalam kurikulum dan pola asuh. Program pembelajaran yang mengajarkan anak untuk bersabar, mencoba, dan menerima kegagalan sebagai proses menuju keberhasilan perlu diterapkan sejak dini. Di sisi lain, anak muda juga perlu dibekali dengan keterampilan hidup, seperti manajemen stres, berpikir kritis, dan literasi digital, agar mereka mampu menyaring informasi dan tekanan yang mereka hadapi setiap hari.

Biodata singkat penulis :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun