Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dua Tahun Jokowi dan Obat Anti Nyamuk yang Tak Terbeli

21 Oktober 2016   23:08 Diperbarui: 23 Oktober 2016   13:30 1957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: istimewa

Siapa yang meragukan capaian pembangunan di bidang infrastruktur pemerintahan Presiden Joko Widodo? Rasanya hanya mereka yang buta hatinya yang masih tidak bisa 'melihatnya'. Tetapi bagaimana dengan pembangunan di sektor ekonomi kerakyatan, yang bersinggungan langsung dengan kehidupan sehari-hari rakyat jelata? Survei KOMPAS mendapati fakta harga sembilan bahan pokok (sembako) masih menjadi keluhan terbesar masyarakat di bidang ekonomi. Kasus pengutil obat anti nyamuk ini barangkali bisa menjadi alat ukurnya.

Menjelang sore, seorang nenek berusia sekitar 60 tahun tertangkap basah mengutil obat anti nyamuk di sebuah minimarket di Kenjeran, Surabaya. Menurut pegawai minimarket, nenek tersebut sudah sering mengutil namun tidak ada barang bukti (?). Baru pada Jumat naas sekitar pukul 14:30 WIB, sang nenek yang belum diketahui identitasnya tertangkap basah mengutil obat anti nyamuk. Pada berita yang dilansir detik.com malam ini, tidak disebutkan jenis, jumlah maupun harga  barang yang dikutil.  Oleh dua pegawai minimarket tersebut, si nenek lantas dibawa ke ruang belakang dan diinterogasi. Masih menurut kedua pelayan, si nenek mengaku telah mengutil sehingga mereka lapor kepada kepala toko. Dengan dasar itu, kepala toko melapor ke Polsek Mulyorejo dan mengundang polisi ke minimarket.menjemput si pengutil.

Naas, saat kepala toko dan polisi datang, si nenek pingsan sehingga kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Unair. Setelah 2,5 jam dirawat, nenek itu meninggal dunia dan kini disemayamkan di kamar mayat RSU dr. Soetomo karena belum diketahui identitasnya sehingga polisi belum bisa menghubungi keluarganya. Masih dikutip dari berita tersebut, polisi belum mengetahui pasti penyebab kematian si nenek malang.

Ada rasa trenyuh ketika membaca berita itu. Mencuri, mengutil, mengambil barang yang bukan haknya, apa pun dalihnya- sekalipun untuk memberi makan gelandangan yang tengah sekarat menahan lapar, tetap perbuatan kriminal. Tidak ada kitab pembenar untuk perbuatan kriminal, termasuk kitab-kitab suci yang turun dari langit.

Tetapi begitukah memperlakukan seseorang yang baru diduga bersalah? Sebab dari berita itu, banyak sekali kejanggalan yang masih perlu pendalaman untuk sampai pada kesimpulan Si Nenek benar-benar telah mengutil, bahkan katanya sudah sering dilakukan. Ingat, ini versi pelayan minimarket setelah 'tersangka' meninggal dunia sehingga tidak bisa dilakukan kroscek.

Kedua, apa yang telah dilakukan kedua laki-laki pelayan minimarket itu terhadap si nenek selama beberapa jam sebelum polisi dan atasannya datang? Menginterogasi sambil menakut-nakuti dengan sangkaan dan ancaman hukuman? Atau sekadar mengurungnya dalam ruang belakang? Seperti apa ruang belakang yang dimaksud? Gudangkah?

Jika mengikuti berita tersebut, kedua pelayan hanya menginterogasi Si Nenek. Pertanyaannya, bagaimana cara mereka menginterogasi? Pakai kekerasan? Pakai ancaman? Ah, terlalu banyak hal-hal yang mesti ditanyakan kepada kedua pelayan minimarket tersebut.

Inilah potret sebenarnya yang ada di tengah masyarakat saat ini. Dua tahun pemerintahan Jokowi-JK belum mampu mengikis kesenjangan sosial dan peningkatan taraf kehidupan rakyatnya. Masih terlalu banyak rakyatnya yang hidup di bawah garis kemiskinan. Terlepas kemungkinan si nenek memang kleptomania (gangguan kejiwaan yang hanya terpuaskan manakala berhasil mengutil) mencuri sebatang kayu, sekotak obat anti nyamuk atau seekor ayam untuk makan anak-istrinya, adalah potret kemiskinan yang tidak boleh diabaikan. Tidak cukup hanya bilang (meminjam syair Iwan Fals) tunggu, tunggu dan tunggu...

Memang Jokowi tidak memiliki mantra simsalabim yang dapat mengubah semuanya dalam sekejap. Tetapi mestinya seorang pemimpin mampu memilah dan memilih skala prioritas kerjanya. Membangun infrastruktur wajib dilakukan mengingat selama beberapa dekade, pembangunan infrastruktur terabaikan oleh pencitraan para pemimpin terdahulu. Tetapi hanya mengejar pertumbungan infrastruktur tanpa menyentuh hal-hal yang riil, yang ada dan dibutuhkan rakyatnya saat ini, bukan kebijakan yang baik. Jangan  terus mendongak sehingga kerikil di sepatu tidak terlihat.

Semoga potret buram dari Surabaya ini menjadi salah satu dasar pertimbangan kebijakan pemerintahan Jokowi-JK ke depan. Stimulus ekonomi yang langsung bersinggungan dengan masyarakat bawah sangat-sangat perlu dilakukan di tengah melambungnya harga-harga kebutuhan pokok. Jangan biarkan nenek-nenek lainnya melakukan tindak kriminal hanya karena ingin tidur nyenyak tanpa diganggu dengung nyamuk.

Salam @yb

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun