Narasi seperti "jika ingin hattrick, PDIP harus mengusung Ganjar", "hanya Ganjar yang bisa mengalahkan Anies", "PDIP akan ditinggal kader jika capreskan Puan" dengan mudah ditemukan baik pada judul media massa maupun cuitan di media sosial.
Mereka seolah yakin, pendirian Megawati akan goyah dengan hasil survei, desakan akun-akun anonim dan pemberitaan media massa.
Terkesan ada amnesia berjamaah di sini, untuk menolak bahwa Megawati merupakan politisi yang sangat berpengalaman dan tidak pernah terpengaruh dengan hal-hal demikian itu.
Terlebih saat ini sulit untuk mempercayai hasil survei. Bukan rahasia lagi jika banyak lembaga survei yang menjadi tim politik kandidat untuk menaikkan citra positif, termasuk mengkantrol elektabilitas.
Fakta menunjukkan, hasil survei tidak pernah linier dengan real count, baik pilkada maupun pilpres. PKS adalah salah satu "korban" lembaga survei di mana sebelum gelaran pemilu selalu diposisikan "di tepi jurang" di mana elektabilitasnya di bawah parliementary threshold. Namun faktanya, sejak pemilu 2004, PKS secara konsisten mampu menempatkan kader-kadernya di Senayan.
Dari perspektif ini, peluang Ganjar untuk naik perahu PDIP di Pilpres 2024 semakin kecil, sekedar tidak mengatakan mustahil. Sialnya, PDIP selalu mengumumkan calon yang akan diusung dalam gelaran kontestasi elektoral, di menit-menit akhir.
Jika Ganjar tidak berani lompat pagar, naik perahu KIB maka sangat mungkin akan kehabisan tiket capres.
Namun demikian Ganjar juga harus berkaca pada sejumlah tokoh yang keluar dari PDIP setelah berseteru dengan Megawati. Nyaris tidak ada di antara mereka yang bisa bersinar setelah keluar dari kandang banteng.
PDIP memiliki kader dan simpatisan yang sangat loyal. Mereka tidak melihat figur di luar Megawati dan lambang partai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H