Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Haruskah Penahanan Aung San Suu Kyi Kita Syukuri?

1 Februari 2021   11:59 Diperbarui: 3 Februari 2021   12:26 2781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi. Foto: AP Photo  

Militer Myanmar kembali melakukan kudeta. Tokoh kharismatik sekaligus pemimpin yang mengendalikan partai berkuasa di Myanmar, Aung San Suu Kyi ditahan. Haruskah kita bersyukur atas penahanan peraih Nobel Perdamaian 1991 karena "pembiarannya" pada praktek  genosida etnis minoritas Rohingya?

Diberitakan kompas.com, Daw Suu - panggilan hormat warga Myanmar  kepada Aung San Suu Kyi, ditahan militer, Senin (1/2/21) dinihari, bersama Presiden Myanmar Win Myint dan totkoh-tokoh senior Partai National League for Democracy ( NLD) yang memenangi pemilu terakhir.

Juru Bicara Tatmadaw -TNI-nya Myanmar, menuding NLD melakukan kecurangan pemilu sehingga meraup dukungan mayoritas. Namun UEC - KPU Myanmar, menjamin proses demokrasi di negaranya tidak diwarnai kecurangan karena ikut disaksikan pengamat independen dari berbagai negara.

Ini bukan pertama kalinya militer Myanmar melakukan kudeta. Bahkan junta militer pernah berkuasa cukup lama. Daw Suu sendiri pernah berada dalam tahanan rumah selama total 13 tahun dalam kurun waktu 19 tahun sebelum dibebaskan tahun 2009 dan menjadi orang terkuat di Myanmar.

Meski partainya memenangi Pemilu 2015, namun Daw Suu tidak dapat menjadi presiden karena menikah dengan warga Inggris, Michael Aris. Meski secara resmi tidak menduduki jabatan presiden, tidak ada yang membantah angapan jika semua kebijakan presiden dalam kendalinya. Presiden Myanmar pun dianggap hanya boneka.

Tidak mengherankan jika Aung San Suu Kyi ikut dituntut bertanggungjawab atas terjadinya tragedi Rohingya. Saat itu militer Myanmar mengusir warga Rohingya dari negaranya hingga banyak yang mati terbunuh. PBB mengklasifikasikannya sebagai genosida.

Anehnya, Daw Suu yang dikenal sebagai pejuang HAM dan tokoh perdamaian, tidak terlihat melakukan upaya serius untuk mencegah tindakan pembantaian dan pengusiran warga Rohingya yang beragama Muslim dan menjadi minoritas di negara dengan mayoritas pemeluk Buddha.

Dunia pun bereaksi keras. Sejumlah gelar kehormatan yang sempat disematkan, dicabut. Bahkan usulan pencabutan Nobel Perdamaian berhembus kencang karena diseru oleh tokoh-tokoh dunia. Meski hal itu tidak sampai terjadi, namun kharisma Aung San Suu Kyi di mata internasional jatuh ke titik nadir.

Kini, Daw Suu kembali ditahan oleh militer yang sangat mungkin akan kembali berkuasa. Di bawah junta militer, akankah Aung San Suu Kyi kembali menjadi aktivis HAM, penyeru perdamaian?

Kita tidak harus bersyukur atas kudeta dan penahanan Aung San Suu Kyi. Kita justru mengecam kudeta di Myanmar yang dilakukan militer. Upaya apa pun yang menggagalkan proses dan mencederai demokrasi tidak dapat dibenarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun