Sinyal akan terjadinya suksesi di pucuk pimpinan Partai Demokrat semakin terang. Namun keberanian Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) harus dibarengi dengan langkah ini agar tujuan suksesi tercapai.
Sulit menyangkal, keterpurukan Partai Demokrat di Pemilu 2014 dan 2019 tidak terlepas dari gonjang-ganjing internal, khususnya yang berkaitan dengan kasus korupsi yang dilakukan kader-kader terbaiknya pada kurun waktu 2011 - 2014 dari mulai mantan ketum Anas Urbaningrum, mantan bendahara M. Nazarudin, ikon Demokrat Angelina Sondakh, Sutan Bhatoegana, Andi Mallarangeng, Jero Wacik, dll.
SBY dianggap tidak mampu mengendalikan kader-kader Demokrat meski saat itu secara struktural tidak menjadi pengurus. Namun sebagai pendiri Partai Demokrat dan tengah berkuasa, mestinya SBY mengetahui keserakahan kadernya.
Upaya SBY mengambil-alih tampuk pimpinan dan melakukan serangkaian "pembersihan" di tubuh Demokrat nyatanya tidak berhasil mengembalikan pamornya, setidaknya jika dibandingkan dengan Pemilu 2009 saat Demokrat menjadi jawara dengan perolehan suara mencapai 20,83 persen.Â
Pada Pemilu 2019 Demokrat berada di posisi  ketujuh dengan perolehan suara 7,77 persen.
Tanpa menafikan kemampuan SBY dalam menyelamatkan biduk partai yang sempat oleng, tetapi capaian di dua gelaran pemilu, seperti membenarkan asumsi tidak adanya roadmap yang jelas untuk mengembalikan kebesaran Demokrat.Â
SBY terlalu asyik dengan "kesantunan dan etika" politik sementara pertarungan telah bergeser ke medan yang menafikan hal-hal demikian.
Tentu berat bagi SBY untuk terlibat secara langsung dalam pertarungan politik yang "brutal". Tidak mungkin bagi SBY untuk menurunkan "martabat" demi raihan suara Demokrat. Oleh karenanya jalan terbaik adalah menyerahkan posisi ketua umum kepada AHY pada Kongres Partai Demokrat 2020.
Naiknya AHY dipastikan tidak akan menimbulkan friksi internal. Bahkan kemungkinan akan menjadi calon tunggal seperti diharapkan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarif Hasan.
Tantangan terbesar justru datang dari SBY sendiri. Sebab jika suksesi hanya di level ketua umum dan SBY masih tetap memegang posisi ketua Dewan Pembina atau Majelis Tinggi seperti sekarang ini, maka suksesi akan sia-sia. SBY tetap akan menjadi bayang-bayang AHY.
Bahkan pihak luar tetap masih menunggu sikap SBY terkait hal-hal krusial meski sudah ada statemen AHY. Hal ini tentu merugikan Demokrat sekaligus menghambat program AHY.