Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Catatan Kecil untuk Presiden Jokowi

19 Oktober 2019   13:04 Diperbarui: 21 Oktober 2019   18:09 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo. Foto: KOMPAS.com/Antara

Tetapi membalasnya, sekadar tidak mengatakan memberangus, dengan cara-cara yang tidak elegan, bahkan "mengingkari" konstitusi dan semangat reformasi, tentu sangat tidak bijak.

Sepanjang pemahaman saya, meski tidak menafikan adagium politik itu kotor, pemenang sejati adalah mereka yang tidak menghabisi lawan dengan cara-cara yang jauh dari sikap seorang ksatria.

Sebagai pemimpin negara, tentu hal demikian harus dihindari. Bahwa mereka berbeda pakaian, berbeda aspirasi, berbeda cara pandang, tidaklah mengurangi haknya sebagai warga negara untuk mendapat perlindungan. 

Mereka adalah juga rakyat Anda. Dalam sebuah "diskusi" antar dua kelompok masyarakat, negara tidak boleh menjadi alat kepentingan  satu kelompok di antaranya atas dasar persamaan preferensi politik.

Ketiga, semangat berdikari yang di dulu digelorakan Bung Karno harus tetap menjadi dasar dari setiap pengambilan kebijakan di bidang ekonomi. 

Gelora pambangunan, pembukaan pasar dan tenaga kerja seluas-luasnya sebagai konsekuensi globalisasi, tidak boleh menjadi pembenar pengingkaran terhadap semangat kedaulatan politik dan ekonomi.

Indonesia harus dibangun atas dasar kepentingan seluruh rakyat, bukan untuk golongan pemilik modal saja, apalagi pesanan pihak luar. Saya percaya Anda tidak mau melakukan hal itu. 

Tetapi sayangnya, saya melihat dan merasakan adanya beberapa kebijakan yang mengarah ke sana, setidaknya tercemari kepentingan ke arah itu.

Keempat, perang melawan korupsi adalah salah satu agenda reformasi yang belum selesai. Dalam beberapa hal, korupsi telah menjadi budaya, bahkan termasuk kategori extraordinary crime yang setara dengan gonesida dan kejahatan kemanusiaan lainnya.

Oleh karenanya pemberantasan korupsi harus dilakukan oleh lembaga yang memiliki kewenangan ekstra sambil mendorong terciptanya lembaga penegak hukum konvensional yang benar-benar sesuai dengan amanat yang diberikan.    

Saat ini, tanpa bermaksud mengecilkan upaya reformasi di tubuh Kejaksaan, Kepolisian dan Kehakiman, baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saya, dan sebagian teman-teman saya, percaya masih bekerja sesuai harapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun