Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Lho, Kok Impor Bawang Merah?

24 Mei 2016   14:42 Diperbarui: 24 Mei 2016   20:01 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang bawang merah menata dagangannya di Pasar Senen, Jakarta, Selasa (5/3/2013). Harga produk holtikultura seperti cabai, bawang merah, dan bawang putih tinggi. Bawang merah dijual Rp 26.000 per kilogram sedangkan bawang putih Rp 36.000 per kilogram. | FOTO: KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Tidak ada yang salah dengan kebijakan Presiden Jokowi yang menginginkan harga semua komoditi di bawah harga pasaran saat ini. Tingginya harga bawang merah, mestinya disikapi dengan bijak agar turun ke level moderat yang menguntungkan petani dan konsumen. Salah satu caranya dengan mencari penimbun, spekulan, yang mempermainkan harga.

Sebab faktanya produksi bawang merah cukup sehingga aneh ketika sampai terjadi kelangkaan di pasar dan berimbas pada kenaikan harga. Tentu ada yang tidak beres di lapangan semisal terjadi penimbun oleh spekulan, kendala distribusi, cuaca atau faktor lain. Mestinya para pejabat terkait mengurai kekusutan itu agar tercapai harga ideal seperti yang dimaui Presiden, bukan malah mengambil jalan pintas dengan melakukan impor.

Jika pemerintah tetap memaksakan impor, bukan tidak mungkin tahun depan petani tidak akan mau menanam bawang merah lagi. Kita punya pengalaman bagaimana produk pertanian kita jatuh ke titik nadir karena kalah bersaing dengan produk impor sehingga petani tidak mau lagi menanam komodiri itu lagi. Apa yang kemudian terjadi? Pada musim berikutnya terjadi kelangkaan. Konsumen menjerit karena harganya melambung tanpa kendali. Dalam kondisi seperti itu, para importir legal maupun ilegal pun pesta-pora.

Meski saat ini secara politik kita telah tergabung dalam pasar bebas Asean (MEA), namun proteksi terhadap barang-barang pertanian yang memiliki nilai strategis masih tetap bisa diberlakukan secara cerdas. Semisal mempersulit barang itu masuk, sambil kita meningkatkan mutu dan jumlah produksi di dalam negeri sehingga harganya lebih murah dibanding barang sejenis dari luar.

Jika itu terlalu utopis, karena kebutuhan sudah di depan mata, maka pemerintah masih bisa menggunakan cara ‘kasar’ semisal subsidi terselubung untuk barang-barang strategis. Pembebasan biaya angkutan untuk komoditi yang dianggap strategis dan prioritas hanyalah salah satu contoh subsidi terselubung tersebut.  

Namun mengingat kebijakan tersebut bersifat sementara, untuk mencapai ketahanan pangan yang hakiki kuncinya tetap ada pada pembenahan sistem pertanian dan manajemen distribusinya. Tanpa itu semua, tidak ada gunanya tol laut untuk bidang pertanian karena tidak ada barang-barang yang hendak didistribusikan.

Salam @yb  

sumber bacaan : di sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun