Tidak ada yang salah dengan kebijakan Presiden Jokowi yang menginginkan harga semua komoditi di bawah harga pasaran saat ini. Tingginya harga bawang merah, mestinya disikapi dengan bijak agar turun ke level moderat yang menguntungkan petani dan konsumen. Salah satu caranya dengan mencari penimbun, spekulan, yang mempermainkan harga.
Sebab faktanya produksi bawang merah cukup sehingga aneh ketika sampai terjadi kelangkaan di pasar dan berimbas pada kenaikan harga. Tentu ada yang tidak beres di lapangan semisal terjadi penimbun oleh spekulan, kendala distribusi, cuaca atau faktor lain. Mestinya para pejabat terkait mengurai kekusutan itu agar tercapai harga ideal seperti yang dimaui Presiden, bukan malah mengambil jalan pintas dengan melakukan impor.
Jika pemerintah tetap memaksakan impor, bukan tidak mungkin tahun depan petani tidak akan mau menanam bawang merah lagi. Kita punya pengalaman bagaimana produk pertanian kita jatuh ke titik nadir karena kalah bersaing dengan produk impor sehingga petani tidak mau lagi menanam komodiri itu lagi. Apa yang kemudian terjadi? Pada musim berikutnya terjadi kelangkaan. Konsumen menjerit karena harganya melambung tanpa kendali. Dalam kondisi seperti itu, para importir legal maupun ilegal pun pesta-pora.
Meski saat ini secara politik kita telah tergabung dalam pasar bebas Asean (MEA), namun proteksi terhadap barang-barang pertanian yang memiliki nilai strategis masih tetap bisa diberlakukan secara cerdas. Semisal mempersulit barang itu masuk, sambil kita meningkatkan mutu dan jumlah produksi di dalam negeri sehingga harganya lebih murah dibanding barang sejenis dari luar.
Jika itu terlalu utopis, karena kebutuhan sudah di depan mata, maka pemerintah masih bisa menggunakan cara ‘kasar’ semisal subsidi terselubung untuk barang-barang strategis. Pembebasan biaya angkutan untuk komoditi yang dianggap strategis dan prioritas hanyalah salah satu contoh subsidi terselubung tersebut. Â
Namun mengingat kebijakan tersebut bersifat sementara, untuk mencapai ketahanan pangan yang hakiki kuncinya tetap ada pada pembenahan sistem pertanian dan manajemen distribusinya. Tanpa itu semua, tidak ada gunanya tol laut untuk bidang pertanian karena tidak ada barang-barang yang hendak didistribusikan.
Salam @yb Â
sumber bacaan : di sini