Keberhasilan Teman Ahok- tim relawan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama, mengumpulkan 533.374 copy KTP dukungan disambut sumringah karena dengan jumlah sebanyak itu Ahok bisa maju secara independen pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Sesuai hasil uji materi UU Pilkada di Mahkamah Konsitusi, syarat dukungan harus mengacu pada daftar pemilih tetap (DPT) pilkada sebelumnya, bukan jumlah penduduk.
Dengan putusan MK tersebut maka syarat pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan, paling sedikit mendapat dukungan 10 persen dari DPT bagi daerah dengan jumlah penduduk sampai dengan 2 juta jiwa. Kemudian, dukungan 8,5 persen dari DPT bagi daerah dengan jumlah penduduk 2-6 juta jiwa, dan 7,5 persen dari DPT bagi provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6-12 juta jiwa serta 6,5 persen bagi provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa. Penduduk Provinsi DKI Jakarta berada di kisaran 6-12 juta jiwa sehingga Ahok membutuhkan dukungan KTP sebanyak 7,5 persen dari 6.996.951 jiwa (jumlah DPT pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2012).
Secara matematis, jumlah 533.374 copy KTP dukungan yang sudah dikumpulkan Teman Ahok sudah cukup untuk memenuhi syarat tersebut. Namun seperti juga diakui Ahok dan Teman Ahok, jumlah tersebut tentu sangat rawan. Tidak heran jika Ahok sendiri mematok angka 1 juta copy KTP. Mengapa?
Dalam banyak kasus, copy KTP dukungan untuk bakal calon (balon) kepala daerah yang akan maju melalui jalur perseorangan, dikumpulkan secara acak dan serampangan. Mereka mengambil copy KTP warga tanpa sepengetahuan pemiliknya. Dari mana mereka mendapatkan copy KTP tersebut? Pertama dari kantor-kantor pemerintah terutama yang berhubungan dengan administrasi kependudukan seperti kelurahan, kantor Samsat bahkan ketua RT.
Kedua, dari tempat usaha swasta yang mensyaratkan adanya copy KTP dalam transaksi misalnya perbankkan dan leasing. Ketiga, dari tokoh masyarakat di mana tokoh tersebut ‘memaksa’ warganya untuk mengumpulkan copy KTP dan warga yang menolak akan diberi sanksi. Contohnya, pemilik kontrakan. Jika ada penghuni kontrakannya yang tidak mau memberikan copy KTP akan diusir dari kontrakannya.
Tentu masih seabreg cara lainnya. Bukan berarti mengesampingkan pengumpulan secara wajar di mana relawan meminta secara baik-baik dan menerangkan kegunaan copy KTP tersebut sementara warga juga memberikannya karena merasa suka dan siap memilih calon itu pada pilkada mendatang. Namun yang seperti ini jumlahnya sangat kecil. Dalam satu hari, satu tim paling banyak hanya bisa  mengumpulkan 100 copy KTP warga.
Pada saat tim KPU melakukan verifikasi dukungan KTP, barulah hal-hal semacam itu bisa diketahui. Jawaban pemilik KTP yang dipilih secara acak (random), menentukan apakah copy KTP tersebut diminta atas sepengetahuan dan persetujuannya ataukan ‘dicuri’ dari tempat lain. Di sejumlah daerah sering terjadi di mana copy KTP dukungan yang diserahkan ke KPU ternyata tidak diketahui oleh pemiliknya. Bahkan ada kejadian saat Pemilihan Gubernur Lampung beberapa waktu lalu di mana copy KTP adik dari calon lain- yang akan menjadi rivalnya pada pilkada, ikut disertakan dalam bundel dukungan sehingga menimbulkan konflik karena sang adik mengaku tidak pernah memberikan KTP-nya sementara kakaknya terlanjur curiga adiknya berkhianat.
Terlepas dari apakah Ahok benar-benar serius akan maju melalui jalur independen, ataukah itu hanya psy war kepada partai-partai politik- sebab dengan mengantongi copy KTP dukungan sebanyak itu, yang jumlahnya bahkan telah melampaui perolehan suara partai-partai menengah saat Pemilu 2014 lalu, saat ini Ahok jelas memiliki posisi tawar kuat. Ahok tinggal memainkan psikologi massa untuk menekan partai-partai politik yang ada untuk mendukung dirinya, terutama terkait APBD dan program pembangunan di sisa masa jabatannya.
Dengan keuntungan yang besar seperti itu, mungkinkah Teman Ahok bekerja tanpa bantuan Ahok seperti digemborkan selama ini?
Politik adalah seni mempengaruhi pikiran- juga rasa, massa dengan tujuan akhir kekuasaan. Di sini kepiawaian Ahok teruji dan berhasil.
Â
Salam @yb
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI