Namun sejatinya, inilah yang seharusnya dibutuhkan bukan pembatasan kontennya secara berlebihan.
Netflix pun memiliki klasifikasi usia penonton yang sejauh ini paling rapih. Pembagian antara kids, 13+, 17+ dan Adult Only atau 21+ sudah terbagi dengan jelas.
Sehingga, ketika pengaturan parental lock dilakukan di websitenya, otomatis anak-anak tidak akan bisa menyaksikan film-film diluar klasifikasi usianya karena terproteksi dengan password yang hanya diketahui orang tuanya.
Pun anak-anak sudah diberikan kanal khusus sendiri bertajuk Netflix Kids, di mana isinya hanyalah film dan serial anak-anak yang bisa dinikmati segala usia.
Toh, berarti tinggal peran pengawasan orangtua saja yang akan menentukan sejauh mana konten tak sesuai umur bakal disaksikan oleh anak-anak. Karena Netflix pun sudah menyediakan solusi keamanannya.
Lantas, apakah iflix, hooq, viu dan kawan-kawan bisa mengikuti jejak Netflix ini? Saya rasa hal inilah yang harus segera digalakkan, bukan pembatasan kontennya.
5. Netflix Menyaring Sendiri Penontonnya
Dengan harga berlangganan yang cukup tinggi dan keharusan menggunakan credit card atau debit card berbasis visa untuk metode pembayarannya, sejatinya hal ini sudah menjadi penyaringan penonton secara alami yang dilakukan Netflix.
Artinya, pelanggan yang rela membayar biaya langganannya adalah pelanggan yang benar-benar ingin menikmati dan memilih konten yang cocok bagi dirinya sendiri.
Bukan seperti konten pada tv nasional ataupun tv kabel yang bisa lalu-lalang kapanpun dan sangat amat mungkin untuk diakses anak-anak karena kontennya sendiri tak bisa dipilih.Â
Bahkan sangat ironis ketika tayangan dengan mutu rendah layaknya sinetron kejar tayang atau variety show yang tak jelas arah dan tujuannya, justru bisa dengan mudahnya diakses hingga ke pelosok melalui kanal siaran televisi nasional bukan?