Mohon tunggu...
yona listiana
yona listiana Mohon Tunggu... Desainer - penjahit

suka mancing

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebebasan Berbicara danTahun Damai

9 Januari 2018   00:25 Diperbarui: 9 Januari 2018   00:29 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Reformasi yang terjadi di Indonesia pada era tahun 1998 telah membawa rakyat ke situasi berbeda dari sebelumnya. Jika sebelumnya yaitu era orde baru kebebasan untuk berbicara dan berpendapat dibatasi, maka di era reformasi kebebasan itu terbuka lebar dan dimungkinkan adanya freedom of speech.

Demokrasi berkembang baik sehingga memungkinkan mulai adanya perbedaan pendapat antar elemen di masyarakat. Perbedaan pendapat memungkinkan setiap elemen itu untuk menyatakan pendapat. Kemudahan teknologi di Indonesia dan dunia membuat semua pihak bisa mengemukakan pendapatnya sehingga jagat informasi melalui dunia maya sangat riuh dan kemungkinan adanya pelencengan informasi.

Kondisi ini menyebabkan adanya penyimpangan etika pada freedom of speech terutama pada internet atau dunia maya di Indoensia. Akar freedom of speech memang tidak berakar dari bdaya Indonesia, tetapi berasal dari negara-negara yang memiliki tradisi liberal. Freedom of speech ini punya pemahaman bahwa seseorang tidak mempunyai batasan dalam mengemukakan pendapat dan memiliki fungsi masing-masing individu pada komunitas dapat mengemukakan pendapat, menyalahkan seseorang, memuji seseorang dll sebebas-bebasnya pada suatu komunitas (Floridi, 2010).

Ketika hal ini diterapkan di Indonesia dan berpadu dengan kebudayaan Indonesia yang penuh dengan keterbukaan dan saling tukar informasi, freedom of speech mengalami bias fungsi. Disinilah hoax dapat terbentuk. Selain hoax, juga ada narasi kekerasan yang beredar luas di masyarakat Indonesia. Hoax sering beredar untuk membuat sensasi di masyarakat, sedangkan narasi kekerasan beredar dengan mengatasnamakan ajaran agama, yang seakan-akan benar tetapi sebenarnya melenceng.

Sebenarnya pemerintah sudah berusaha untuk mengendalikan penyebaran hoax dan narasi kekerasan di dunia maya. Tapi aturan dan pasal untuk menjerat penyebarnya belum mampu mengendalikan jumlah berita hoax dan narasi kekerasan itu.

Karena itu, masyarakat perlu untuk diajak untuk bersama-sama peduli dengan jagat maya di Indonesia karena dampak hoax dan narasi kekerasan nyata di kalangan generasi muda. Apalagi wilayah Indonesia amat luas sekali yaitu dari Sabang sampai Merauke dengan sebaran pendidikan dan intervensi literasi penduduk yang tidak merada karena kendala geografis.

Dengan begitu, kita harus membantu masyarakat yang dengan perbedaan akses literasi untuk dapat menggunakan kebebasan memperoleh dan menggunakan informasi dengan baik. Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup akan internet dan literasi digital. Sehingga masyarakat dapat mengenali ciri-ciri berita hoax, dan penerima berita dapat mengakses, menganalisis dan mengevaluasi dalam mengambil makna satu informasi. Tahun ini, mari bersama-sama kita wujudkan kondisi damai, bebas dari hoax dan narasi kekerasan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun