Mohon tunggu...
Yon Dinata
Yon Dinata Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Produksi Jagung Pakan: Hulu Berantakan, Hilir Dikambinghitamkan

26 September 2018   15:44 Diperbarui: 26 September 2018   15:47 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sepertinya kita bakal mendengar masyarakat mengeluhkan kenaikan harga daging ayam dan telur sebentar lagi. Memang, ini hanya prediksi. Namun tak ada salahnya bersiap sejak dini agar tak kaget saat terjadi. Agar kita paham pada titik mana musababnya berasal.

Sudah beberapa kali pelaku usaha peternakan mengatakan jika harga jagung pakan tak lagi normal. Imbasnya, harga jual daging ayam dan telur berpotensi naik. Badan Ketahanan Pangan mencatat kini harga jagung sudah Rp5.380/Kg di tingkat petani dan Rp6.320/Kg di tingkat eceran, naik jauh dari acuan yang ditetapkan, yakni Rp4.000/Kg.

Kepala Seksi Hasil Peternakan Ditjen PDN Kemendag, Yoseph, menjelaskan runtutan lonjakan harga jagung akan berdampak pada harga pokok produksi (HPP) perunggasan. Sebab, 70% biaya dalam Harga Produksi Pokok (HPP) berasal dari produksi pakan. Terdiri dari pembelian jagung giling (35%), bekatul (10%), buntil kedelai (16%), bahan olahan (4%), dan premik, obat, serta vaksin (5%). 30% sisanya adalah biaya operasional dan distribusi.  

Maka, apabila harga jagung pakan naik kisaran Rp5.000/Kg, maka HPP bakal naik menjadi sekitar Rp7.000/Kg. Bisa diperkirakan, peternak akan dihadapkan pada pilihan menaikkan harga jual atau merugi lantaran HPP yang naik. Keduanya sama-sama tidak menyenangkan.

Kenaikan harga jagung pakan tersebut, mengindikasikan betapa kurang pasokan dalam negeri. Berbanding terbalik dengan klaim yang kerap dinyatakan Kementerian Pertanian, bahwa lahan jagung Indonesia tengah produktif, stok pun melimpah. Bahkan, Menteri Pertanian bilang, sampai ekspor segala.

Sungguh tak masuk akal. Jika benar produksi jagung melimpah, lalu kemana pasokan untuk pakan ternak? Ada dimana? Hukum pasar, supply dan demand, tak bisa dibohongi. Saat harga sudah jelas, pasokan sepi.

Alih-alih mencukupi kebutuhan jagung pakan, Kementan justru menambah persoalan dengan menutup pintu impor jagung untuk para peternak. Sudahlah menolak impor, tak memberi solusi pula. Kementan malah menyalahkan pengusaha. Mereka mencurigai ada pihak yang bermain di rantai distribusi, sehingga harga jagung pakan terkerek naik.

Rupanya, pada Juni 2017 para peternak dan asosiasi perunggasan telah mendatangi Kementan dan Bulog untuk meminta kepastian stok jagung. Mereka protes harga jagung saat itu tak sesuai dengan klaim surplus yang diberitakan. Sekarang, para peternak mengeluhkan kenaikan ongkos produksi. Informasi ini bisa dibaca pada headline rubrik Ekonomi Harian Kompas pada 24 September 2018.

Mungkin saat ini pasokan jagung pakan masih dapat tercukupi dengan produksi dalam negeri. Namun apakah ini dapat diandalkan hingga akhir tahun? Sebab Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Desianto Budi Utomo mengatakan, produksi jagung pada semester II hanya berkisar 35-40%, sehingga besar kemungkinan harga bakal terus terkerek.

Rasanya, bukan sekali dua kali kita mendengar para pengusaha di sektor peternakan dan perberasan mengeluhkan kenaikan harga, tak sedikit pula pengamat yang mengkritik klaim surplus yang tak sesuai dengan laju harga di pasaran. 

Namun Kementan tak bergeming meresponnya dengan solusi. Mereka justri makin gila menggelorakan klaim surplus, seolah hendak meyakinkan masyarakat bahwa mereka telah menunaikan pekerjaan dengan baik. Masyarakat digiring untuk meyakini bahwa jika laju harga di hilir tak terkendali, masalahnya ada pada rantai distribusi. Ini narasi yang kerap dipakai Kementan, untuk menutupi produksi yang kocar-kacir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun