Kadang aku harus membuang perasaan minder sekalipun beriring berdampingan dengan mereka. Beriringan dengan mobil-mobil luks yang di dalamnya ada murid-muridku. Dari sana ada satu atau lebih pasang mata sedang menatapku.
Mata mereka dan/atau orangtuanya mengikutiku dengan tatapan yang aneh. Tak jarang pula aku harus mengebiri rasa dina dan papa ketika harus menstandarparkirkan sepedaku. Karena sepedaku berada di antara 'rimba' mobil-mobil mahal. Mobil bermerek terkenal milik anak-anak muridku. Apa boleh buat! The show must go on!
"Pak, kenapa nggak pake motor?" Tanya salah seorang muridku suatu ketika sepulang sekolah. Ia sedang menunggu mobil yang akan membawanya pulang. Kendaraannya banyak. Ia sering berganti-ganti mobil. Terhenyak terhentak aku mendengar pertanyaan itu.
Tapi dengan santai kujawab: "Bapak bukannya nggak bisa beli." Belum selesai kalimatku ia sudah nyeletuk lagi: "Trus?" Lanjutnya tak sabar. "Nggak punya uang." Mendengar jawabanku itu ia diam. Mungkin bingung. Mungkin heran. Atau tak percaya. Entahlah!
Yang jelas pembicaraan kami tentang sepeda tidak berlanjut. Berhenti terputus begitu saja. Kami pun akhirnya berpisah. Ia pulang dengan BMW. Aku juga. Maksudnya aku juga pulang dengan mengendarai sepeda reot.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI