Desa Pandanmulyo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang, menjadi saksi kreativitas mahasiswa Universitas PGRI Kanjuruhan Malang (UNIKAMA) dalam Proyek Kemanusiaan 2024. Selama sebulan penuh, tim mahasiswa tidak hanya mengajar, tetapi juga membangun kolaborasi erat dengan warga desa, sekolah, dan komunitas budaya.
Alasan memilih Pandanmulyo sederhana tapi kuat: di sini, banyak anak yang masih mengalami kesulitan membaca, menulis, dan berhitung (calistung). Selain itu, desa ini memiliki potensi wisata alam Embung Park, yang bukan hanya indah untuk rekreasi, tetapi juga ideal sebagai ruang belajar terbuka.
Kegiatan calistung dilaksanakan di Embung Park, menghadirkan suasana belajar yang santai namun bermakna. Anak-anak duduk di tikar, mencatat huruf dan angka sambil menikmati udara segar. Terkadang, mereka berhenti sebentar untuk mengamati capung atau mendengarkan kicau burung, lalu kembali belajar dengan semangat. Pendekatan ini membuat mereka belajar sambil mengenal alam sekitar.
Bersama Forum Anak Pandanmulyo, mahasiswa mengadakan pelatihan menari di Embung Park. Gerakan sederhana dipadukan dengan tawa dan semangat membuat anak-anak semakin percaya diri. Meski ada yang awalnya malu-malu, akhirnya semua ikut bergerak mengikuti irama. Program berlanjut ke SDN 2 Pandanmulyo, di mana mahasiswa memperkenalkan alat musik pianika kepada siswa. Sebelumnya, mereka belum pernah mencoba pianika sama sekali. Saat pertama kali meniup dan menekan tuts, ekspresi antusias langsung terlihat. Tidak hanya belajar nada dasar, mereka juga diajak berkolaborasi membuat irama sederhana.
Masih di SDN 2 Pandanmulyo, mahasiswa mengajar Bahasa Inggris untuk siswa kelas 3 dengan model Picture and Picture. Mereka menyiapkan poster bergambar dan kartu sesuai materi nama makanan dan minuman. Anak-anak diajak menempelkan kartu ke gambar yang sesuai di papan tulis. Suasana kelas menjadi hidup, penuh tawa dan teriakan saat ada yang menjawab benar.
Selain belajar akademik, mahasiswa juga mengajarkan keterampilan kreatif melalui eco print. Anak-anak dan mahasiswa menghias tote bag polos dengan motif daun dan warna alami. Hasil karya ini menjadi kebanggaan tersendiri dan memberi ide usaha bagi warga.
Tidak hanya fokus pada pendidikan, mahasiswa juga ikut melestarikan seni lokal dengan berkolaborasi bersama komunitas Bantengan Pandanmulyo. Mereka terlibat dalam pertunjukan, berinteraksi dengan para pemain, dan belajar filosofi di balik kesenian tersebut.
Sebelum memulai seluruh rangkaian kegiatan, tim mahasiswa berfoto bersama di kampus sebagai tanda semangat untuk mengabdi. Potret ini menjadi pengingat awal perjalanan yang penuh cerita dan pembelajaran.
Selama satu bulan, Proyek Kemanusiaan di Pandanmulyo membuktikan bahwa pendidikan bisa dilakukan di mana saja---di tepi embung, di ruang kelas, atau di tengah pertunjukan budaya. Kolaborasi antara mahasiswa, sekolah, warga, dan komunitas budaya berhasil menciptakan pengalaman belajar yang tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga menanamkan rasa cinta terhadap alam dan budaya.
"Belajar itu tidak harus di kelas. Alam, musik, gambar, dan budaya bisa menjadi guru yang sama berharganya."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI