Mohon tunggu...
Yohanes Wibisono
Yohanes Wibisono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta yang gemar membaca, menulis, dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Beberes Rumah Tak Punya Gender

15 September 2022   20:33 Diperbarui: 15 September 2022   20:42 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: persintelligent.com

"Laki-laki dan perempuan memiliki derajat yang sama" merupakan sebuah semangat yang selalu digaungkan oleh R.A. Kartini sehingga banyak menginspirasi kaum perempuan di Indonesia untuk memperjuangkan kesetaraan gender. 

Sejak zaman kerajaan-kerajaan hingga sekarang, banyak sekali stigma dalam masyarakat yang mengatakan bahwa laki-laki selalu unggul dalam segala aspek kehidupan. 

Hal ini pun menyebabkan terciptanya peraturan secara tak tertulis bahwa laki-laki harus bekerja mencari nafkah sedangkan perempuan hanya mengurus pekerjaan rumah.

Tumbuh dan berkembang dilingkungan yang mayoritas penduduknya masih kental dengan adat-istiadat Jawa membuat penulis sadar bahwa budaya laki-laki mencari nafkah dan perempuan mengurus rumah sudah tertanam sejak kecil. 

Banyak sekali peristiwa di lingkungan sekitar penulis yang jika dilihat para pria dewasanya berangkat kerja sejak pagi sedangkan istrinya hanya mengurus anak dan segala pekerjaan rumah. 

Sesampainya di rumah pun kadang para pria yang baru selesai makan tak mau mencuci piring karena sudah tertanam mindset dari kecil bahwa cuci piring itu pekerjaan wanita bukan laki-laki.

Sebuah budaya diturunkan dari generasi ke generasi dan agar budaya dapat bertahan, pesan dan elemen penting tidak hanya dibagikan tetapi juga diteruskan ke generasi mendatang (Samovar, 2015). Begitu juga dengan budaya "membersihkan rumah hanya untuk perempuan" yang tidak mungkin muncul secara tiba-tiba. Budaya tersebut pasti terbentuk karena generasi sebelumnya menciptakannya dan diturunkan dari generasi ke generasi. 

Ketika seorang orang tua mengajarkan sesuatu kepada anaknya mulai dari kecil, anak akan secara otomatis mengingat dan mempelajari apa yang diajarkan oleh orang tua mereka (Samovar, 2015). 

Mulai dari hal tersebut 'apa yang diajarkan orang tua' akan selalu diingat oleh anak hingga ia dewasa dan akan menurunkan apa yang diajarkan oleh orang tuanya ke generasi selanjutnya dari si anak. Dari sinilah sebuah budaya diturunkan dari generasi ke generasi selanjutnya. 

Meskipun budaya "Laki-laki mencari nafkah, perempuan membersihkan rumah" tidak seratus persen salah, namun di masa sekarang relevansi dari pernyataan tersebut sepertinya sudah menurun. 

Banyak dari perempuan masa sekarang yang tidak hanya berkutat pada urusan dapur namun juga banyak sekali perempuan yang sekarang bekerja mencari nafkah, sama dengan laki-laki. 

Semangat memperjuangkan kesetaraan gender dari R.A. Kartini membuat banyak sekali inspirasi untuk perempuan Indonesia menjadi lebih hebat contohnya Najwa Shihab, Sri Mulyani, Tri Rismaharini, Maudy Ayunda, serta banyak sekali tokoh wanita hebat di Indonesia. 

Memiliki sosok Ibu yang juga bertumbuh dari lingkungan dengan adat Jawa yang kental serta pendidikan yang diturunkan keluarga bahwa wanita harus mengurus rumah tak membuat Ibu penulis serta merta membiasakan budaya 'beberes rumah hanya untuk perempuan' menurun ke anak-anaknya. 

Ibu selalu memiliki prinsip bahwa membersihkan rumah adalah basic kehidupan yang harus dimiliki oleh setiap manusia tanpa terkecuali. Ia juga meyakini bahwa "Seorang laki-laki yang tak mau membantu membereskan pekerjaan rumah tidak akan bisa survive dunia yang sekarang".

Sumber: kompas.com
Sumber: kompas.com

Ibu mulai membiasakan anak-anaknya untuk setelah makan harus mencuci piring sendiri dan ketika pulang sekolah atau libur sekalipun anak-anaknya harus membantu dalam hal menyapu dan mengepel. Hal ini ditujukan agar anak-anaknya kelak bisa hidup mandiri dan tidak selalu bergantung kepada orang lain. Selain itu Ibu juga berharap agar anak laki-lakinya bisa menghargai perempuan dan membuat hidup sejajar dan bisa berjalan dengan kaki yang sama. 

Sebenarnya sangat perlu untuk memiliki peran dalam kehidupan berkeluarga, namun peran yang dijalankan oleh masih-masing pelakunya haruslah seimbang dan tidak mendiskriminasi suatu individu atau kaum tertentu. 

Agar kehidupan selau berjalan dengan imbang, diperlukan adanya kesetaraan agar dalam menjalaninya tidak berat sebelah. Laki-laki zaman sekarang tidak hanya dituntut untuk hanya mencari nafkah tetapi juga harus bisa melakukan pekerjaan rumah seperti beberes rumah berlaku sebaliknya untuk perempuan.

Pada dasarnya di masa kita hidup sekarang, semua manusia diwajibkan untuk dapat melakukan segala sesuatu dan tidak boleh selalu bergantung kepada orang lain. Kita hidup untuk mengisi posisi kita masing-masing dan bisa menggantikan posisi orang lain ketika terjadi kekosongan. 

Begitu juga dengan kesetaraan gender yang bukanlah suatu mitos belaka. Perbedaan ini terjadi bukan untuk mendiskriminasi seseorang atau suatu kaum, melainkan dari perbedaan tersebut kita harus menjadi kuat bersama membangun sebuah pondasi yang kokoh agar dapat bertahan di berbagai kondisi. 

Daftar Pustaka

Samovar, L., Porter, Richard., McDaniel, Edwin R. dan Roy, Carolyn S. (2017). Communication Between Cultures. Cengage Learning.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun