Mohon tunggu...
Yohanes Tola
Yohanes Tola Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Aku Yonas, Bisa menjadi teman mu, Aku menulis agar kepalaku tidak pecah

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

TPST Piyungan dan Kebijakan Strategis Pemerintah

5 Juli 2022   18:22 Diperbarui: 5 Juli 2022   18:35 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TPST Piyungan dan Kebijakan Strategis Pemerintah.

Masalah ekologi selalu menjadi masalah yang hangat dalam riuh pikuk diskursus kehidupan sosial kemasyarakatan hari ini. Seiring maraknya pembangunan, lingkungan tak jarang menjadi imbas pembangunan pemerintah dan akibat aktifitas keseharian manusia. Masalah sampah contohnya. Sampah menjadi bagian dari hasil kerja atau aktifitas manusia yang saling terhubung dengan relasinya terhadap sosial dan kesatuan ekologi yang ada. Aktifitas manusia dalam menghasilkan sampah kemudian menjadi tak terbendung. Sampah dikumpulkan pada sebuah lahan untuk dijadikan tempat pembuangan sampah karena tidak lagi bisa diolah secara terpadu. Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) misalnya. TPST pada awalnya diciptakan sebagai tempat penampungan sampah dari beberapa tempat yang bertujuan untuk mempermudah proses daur ulang dan pemilahan sampah.

Namun, keberadaan TPST hari ini menuai banyak perhatian masyarakat. Pengelolahan TPST  yang kurang tepat mejadi pemicu beberapa TPST di Indonesia mengalami penumpukan berlebih (overload capacity). Tak jarang, penumpukan berlebih menjadi faktor pemicu terjadinya longsor gunungan sampah. Kejadian seperti ini kemudian berimbas pada dampak lain yang berkenaan langsung dengan daerah disekitar TPST. Lingkungan masyarakat misalnya. Hal tersebut pernah terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, tepatnya di TPST Piyungan, Ngablak, Bantul, Yogyakarta.

Tahun 2019 warga desa-desa di sekitar TPST Piyungan menutup akses masuk. Truk-truk pengangkut sampah pun berputar balik. Penolakan ini muncul karena kekecewaan yang menumpuk dari warga. Hujan membuat cairan sampah meluap kemana-mana, tumpukan plastik juga melebar hingga ke area kebun, jalan menjadi becek, bau busuk menyengat serta serangan nyamuk dan lalat menjadi-jadi. Perwakilan warga mengatakan, seperti juga sampah yang terus datang, masalah yang mereka hadapi juga menumpuk.

Sejak tahun 2019 lalu, pemerintah dan warga Daerah Istimewa Yogyakarta disibukan dengan masalah sampah yang terus berkepanjangan. Permasalahan ini tentu tidak datang begitu saja. Sejak ditetapkanya Piyungan sebagai lokasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) pada tahun 1996, intensitas sampah DIY ditumbuk dilahan dengan luas 12,5 Hektare dan berlangsung selama kurun waktu 26 Tahun.

Hari ini, warga DIY tentu tak asing dengan surat edaran yang dikeluarkan pemerintah mengenai informasi penutupan TPST Piyungan untuk sementara waktu. Penutupan TPST Piyungan ini   diakibatkan penumpukan sampah yang membeludak dan menimbulakan bau menyengat disekitar area TPST. Pemerintah bekerja keras untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Namun, keadaan teknis tidak cukup membantu untuk mecari pemecahan masalah TPST Piyungan ini. Kapasitas lahan dan sistem pengolahan sampah TPST yang kurang terpadu menjadi hal penting yang perlu disinergikan pemerintah dalam penanganan masalah TPST Piyungan.

Ketidakmampuan lahan TPST untuk menampung sampah dari masyarakat DIY dapat dilihat dari intensitas masuk sampah yang dibuang di TPST Piyungan setiap harinya. Saat libur lebaran misalnya, kenaikan volume sampah sekitar 15 persen. Saat ini, rata rata volume sampah yang dihasilkan warga Yogyakarta sekitar 370 ton dan sebanyak 260 ton di antaranya dibuang ke TPST Piyungan. Dapat terlihat, ketidakseimbangan proses pengolahan sampah dan jumlah sampah yang dihasilakan menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan masyarakat dalam memikirkan permasalahan ini. Dalam logika berfikir, dapat dipastikan lahan TPST Piyungan akan mengalami penumpukakn berlebih jika dilihat dari proses manejemen pengolahan sampah yang telah terapkan pemerintah selama ini.

Penerapan 3R (Reuce, Reduce, Recycle) menjadi tidak berarti jika dilakukan dalam intensitas yang kecil. Konsep ini memiliki inti yakni Reuse (Menggunakan kembali sampah sampah yang masih bisa digunakan atau bisa berfungsi lainnya), Reduce (Mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan atau memunculkan sampah), Recycle (Mengolah kembali sampah atau daur ulang menjadi suatu produk atau barang yang dapat bermanfaat). Sistem pengolahan sampah ini, akan menimbulkan ketidakpastian penanganan sampah jika dalam penerapanya pemerintah belum memberi usaha lebih agar penerapan 3R dapat dilakukan dalam skala yang lebih besar, dalam artian dapat mengimbnagi stidaknya pengolahan 50 persen sampah dari jumlah sampah yang dihasilkan DIY dalam sehari.

Penanganan dalam skala yang lebih besar, diharapkan menjadi prioritas kerja pemerintah dalam menangani masalah sampah di DIY. Pemerintah dengan segala kelengkapan otoritasnya diharapkan mampu memberi terobosan konkret berbasis pemecahan masalah yang inovatif dan edukatif. 

Kerap kali terdengar ungkapan pemerintah ketika ditanyakan mengenai strategi penanganan sampah di DIY yang mengatakan bahwa masalah sampah bukanlah permasalah akhir, ada relasi hulu dan hilir yang terputus didalam aktifitas keseharian masyarakat dengan upaya pemerintah menangani sampah. Hulu dan hilir adalah ungkapan yang dipakai untuk menerjemahkan awal dan akhir. Sejak awal, masyarakat tidak memilah sampah dan membuangnya pada tempat sampah. Hal inilah yang menyebabkan penumpukan sampah dengan berbagai jenis sampah di TPST Piyungan. Hanya sampah yang telah dipilah yang tidak dibuang di TPST.

Upaya pemerintah dalam menciptakan rantai pengelolahan sampah yang terpadu kini terlihat atas dukunganya pada perusahaan bisnis sampah yang kian marak bermunculan. Di kota Jogja sendiri, diketahui memiliki 565 bank sampah yang aktif beroperasi. Selain itu, kemunculan perusahaan bisnis sampah seperti RAPEL (Rakyat Peduli Lingkungan) memberi banyak perhatian terhadap adaptasi penanganan sampah berbasis teknologi. Kerja konket seperti ini diharapkan menjadi konsentrasi pemerintah yang juga memberi rujukan pada pemanfaatan masyarakat dalam pemberdayaan SDM untuk pengiolahan sampah dengan pendekatan ekonomi.

Industri daur ulang menjadi kunci

Pengelolahan sampah dengan metode 3R kerap kali tidak memberi banyak kontribusi perubahan yang besar karena dijalankan dalam skala yang kecil melalui rumah tangga, sekolah, kantor dll. Dalam keadaan yang mendesak seperti TPST Piyungan, pemerintah diharapkan mampu menghadrkan solusi yang mengafirmasi segala kebutuhan penanganan sampah. Pendekatan ekonomi, sosial, budaya, dan kelestarian lingkungan menjadi rujukan penting yang harus difasilitasi pemerintah dalam penanganan masalah smapah di DIY secara terpadu.

Dalam beberapa kesempatan berdiskusi dengan pihak pemerintah dan stakeholder masyarakat yang memiliki konsentrasi yang sama dalam upaya penanganan sampah di DIY, ditemukan fakta tentang jumlah industri daur ulang yang terbatas menjadi faktor mandeknya pengolahan sampah terpadu di DIY. RAPEL misalnya, sampah yang dikumpulkan melalui masyarakat tidak sepenuhnya diolah dan didistribusikan ke industri daur ulang. Hal tersebut dikarenakan kapasitas industri daur ulang yang terbatas untuk mengelola sampah yang terkumpul menjadi sampah layak guna atau barang jadi.

Selain itu, industri daur ulang dengan teknologi maju diharapkan menjadi prioritas pemerintah. Manajemen sampah sejauh ini masih menerapkan pola konvensional, yakni diangkut ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) menuju ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pengolahan sampah yang belum efektif inilah yang akan memicu masalah lingkungan, kesehatan masyarakat, sampai pada persoalan sosial. Di beberapa negara seperti Jepang, jerman, Belanda dan negara maju lainya telah menerapkan industri daur ulang berbasis teknologi maju. Hal inilah yang kemudian menyebabkan sampah yang dihasilan masyarakat dapat diolah secara menyeluruh dengan teknologi maju yang mampu mengidentifikasi jenis dan karakteristik sampah yang diolah dengan sempurna.

Namun, efektifitas keberadaan industri daur ulang ini tidak semerta merta dapat dicapai dalam upaya sekejap. Pemerintah melalui DPR atau DPRD perlu menyediakan suplay anggaran yang tentu tidak sedikit untuk pengadaan industri daur ulang ini. Dilansir dari pemberitaan media online, anggaran Rp.54 Miliar disiapkan pemerintah untuk memperpanjang usia TPST Piyungan. Perpanjangan usia TPST ini dilakukan dengan penataan ulang timbunan dan penambahan lahan transisi untuk sampah baru yang akan masuk.

Jika melihat kebijakan tersebut, dapat dilihat bagaimana pemerintah memberti prioritas penanganan masalah sampah di DIY terkhususnya TPST Piyungan dari sisi penanganan perpanjangan usia TPST. Cukup disayangkan jika masalah sampah di DIY dipandang sebagai proses penyelesaian akhir seperti yang dilakukan. Prioritas masalah yang selama ini menjadi rujukan berbagai pihak terhadap keberadaan industri daur ulang sampah dengan skala besar dan berbasis teknologi diharapkan menjadi persinggungan yang akan diambil pemerintah dalam menyelesaikan masalah sampah dan TPST Piyungan.

DIY sekiranya dapan menjadikan kota kota lain sebagai laboratorium belajar dan riset ketika berbicara mengenai penanganan sampah. Surabaya misalnya, belum lama ini menjadi role model negara-negara di Asia Pasifik. Melalui sejumlah keberhasilan di bidang kebersihan yang berhasil diraih, Surabaya menjadi tuan rumah Forum Regional 3R atau The 5th Regional 3R Forum in Asia & The Pacific bertema Multilayer Partnership & Coalitions as the Basic for 3R's Promotion in Asia & The Pacific, yang digelar di Hotel Shangri-La Surabaya.

Surabaya juga memiliki industri daur ulang sampah yang beroperasi secara efektif mengelolah sampah warga. Hal inilah yang kemudian menyebabkan manajemen pengolahan sampah di Surabaya dapat dilakukan secara terpadu dan terhubung antara masyarakat sebgai sumber sampah dan stakeholder serta pemerintah sebagai fasilitator pengolahan sampah.

Selain itu, Surabaya kini memberlakukakan kebijakan Surabaya tanpa sampah plasik. Pusat perbelanjaan di Surabaya tidak menyediakan plasik bagi para pembeli. Kebijakan ini dirasa sangat  efektif dan berani untuk menekan intensitas sampah yang dihasilakan dari aktifitas sosial masyarakat. Kedepanya, Pemerintah DIY diharapkan mampu untuk segera mengambil langkah strategis dan konkret untuk menekan intensitas sampah di DIY. Kebijakan kebijakan konkret ini, diharapkan diimbangin dengan upaya pengelolahan sampah yang terpadu melalui industri daur ulang yang memadai dalam mengelolah sampah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun