Mohon tunggu...
Yohanes Manhitu
Yohanes Manhitu Mohon Tunggu... Penulis - Murid abadi: penulis dan penerjemah

Saya adalah seorang penulis dan penerjemah dari Timor Barat (NTT) yang berdomisili di Yogyakarta. Bidang yang saya geluti adalah bahasa, sastra, sejarah, dan sosial budaya. Saya menulis dalam bahasa Indonesia, Dawan, Tetun Resmi (Timor-Leste), Melayu Kupang, Inggris, Prancis, Spanyol, Portugis, dan Esperanto. Silakan kunjungi blog khusus untuk karya tulis saya di http://ymanhitu-works.blogspot.com dan blog serba-serbi multibahasa saya di http://ymanhitu.blogspot.com. Salam,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cinta Versus Pesona Intelektual

5 Agustus 2020   22:19 Diperbarui: 5 Agustus 2020   22:39 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: freepik.com

Orang tersebut harus melakukan kontak sosial dengan si C. Misalnya, dengan mengajaknya bercakap-cakap dua atau tiga kali sampai orang itu yakin bahwa si C patut disebut pandai atau memiliki pesona intelektual.

Bisakah kelebihan-kelebihan yang fana seperti ketampanan, kecantikan, dan kepandaian tidak dijadikan landasan cinta? Ada kekhawatiran bahwa bila kita melandaskan cinta pada kelebihan yang fana, maka cinta yang ditopangnya pun akan bersifat fana. 

Mungkin ada baiknya bila kita mencintai seseorang, kita mencintainya seutuhnya -- menerima, tidak hanya segala kelebihan, tetapi juga segala kelemahananya -- segala hitam putih hidupnya, tanpa reserve. 

Bukankah ini sangat manusiawi dan diharapkan banyak insan? Jadi, kita sebaiknya mencintai seseorang tidak semata-mata karena ia pandai, tampan, cantik, atau kaya. Kita diharapkan untuk beranjak dari kuadran yang fana menuju ke kuadran yang tanpa syarat -- kuadran kaum idealis dan puritan.

Ada satu ilustrasi mengenai mencintai atas dasar kepintaran orang yang dicintai. Konon, di sebuah fakultas sastra di salah satu universitas terkemuka di Indonesia, terdapat seorang mahasiswi yang sangat pandai, bernama Soneta. Ia menguasai dengan baik sekali sastra Indonesia dan Eropa. Puisi adalah menu pembukanya setiap hari dan prosa menu utamanya. 

Novel-novel karya Albert Camus, Gabriel Garca Mrquez, Victor Hugo, Charles Dickens, dan beberapa penulis besar lainnya adalah sahabat setianya di manapun ia berada, di kala sedih maupun senang. 

Penampilan Soneta sederhana dan penuh senyum bersahabat. Pesona intelektualnya itu telah lama membuat kagum seorang pria - rekan kuliahnya yang bernama Tamsil - yang memang pada dasarnya cepat kagum dengan gadis pandai. Tamsil berharap agar ia segera mendapat kesempatan untuk mengungkapkan isi hatinya.

Singkat cerita, akhirnya Soneta menjadi kekasih Tamsil. Pada awalnya, ia menyangka bahwa Tamsil mencintainya apa adanya (the way she is). Ternyata ia keliru, pria itu mencintainya hanya karena pesona intelektualnya saja. Jadi, sebenarnya yang dicintai adalah pesona intelektualnya, bukan dirinya seutuhnya.

Semua kebohongan ini akhirnya terungkap juga. Cerita singkatnya sebagai berikut: Pada suatu hari Soneta yang sedang menderita sakit kepala berjalan menuruni tangga menuju ke lantai bawah rumahnya, karena terlalu pusing, akhirnya ia kehilangan kontrol dan jatuh dari tangga yang cukup tinggi. 

Kecelakaan ini menyebabkan kerja saraf di otaknya agak terganggu sehingga, walaupun sudah dioperasi pun, ia dinasehati untuk tidak memikirkan hal-hal yang rumit. Ini tentu saja berat bagi seorang mahasiswi sastra seperti Soneta, karena untuk memahami karya-karya sastra ia membutuhkan cukup banyak energi untuk berpikir. Soneta mau tidak mau menuruti segala nasehat dokter demi keselamatan dirinya, walau amat kecewa.

Semua yang telah menimpa Soneta seolah-olah telah menghapus segala impiannya untuk menjadi sastrawan dan kritikus sastra yang handal dalam waktu yang singkat. Sebenarnya tidak separah itu keadaannya karena para dokter bedah menjamin bahwa keadaannya akan menjadi normal kembali dalam waktu kurang dari dua tahun bila ia mematuhi segala nasehat dokter. Karena keadaan ini, secara otomatis prestasinya akademisnya menurun secara drastis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun