Mohon tunggu...
Yohanes Jeng
Yohanes Jeng Mohon Tunggu... Novelis - Filsafat

Mengubah dunia dengan mengubah diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sumbangan Filsafat bagi Kebudayaan

1 April 2020   07:21 Diperbarui: 1 April 2020   07:37 2328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pengantar

Manusia sebagai mahluk rasional sekaligus mahluk budaya. Sebagai mahluk rasional, manusia diberi kemampuan akal budi untuk berpikir, bernalar, membuat pilihan-pilihan dan menetukan keputusan-keputusan yang rasional. Sebagai mahluk budaya, manusia hidup dalam suatu sistem kebudayaan, bahkan dapat dikata hidup manusia dibentuk oleh budaya. Manusia sebagai mahluk rasional, mengunakan kemampuan akal budi untuk berpikir dan merenungkan budayanya. Sistem-sistem nilai, peraturan-peraturan hidup dan kebijakan-kebijakan yang ada dalam budaya merupakan produk hasil kerja akal budi.

Akal budi memampukan manusia untuk berpikir dan merenungkan budayanya. Berpikir tentang budaya berarti berfilsafat tentang budaya, sebab filsafat tidak lain merupakan kegiatan rasional yang dijalankan oleh akal budi untuk berpikir, membuat gagasan-gagasan, membentuk konsep-konsep tertentu, menghubungkan satu ide dengan ide yang lain dan  kemudian menyampaikannya dengan cara yang sederhana, terstruktur sehingga dapat dipahami oleh orang lain. Jadi berfilsafat dalam konteks budaya bararti proses pencarian nilai-nilai hakiki dalam suatu budaya yang dihidupi, kebenaran-kebenaran otentik, mengkritik budaya --budaya yang mapan namun tidak sesuai dengan nilai kehidupan manusia. Secara kongkrit apa sumbangan filsafat bagi kebudyaan itu sendiri?

Sumbangan Filsafat bagi budaya (Konteks Kebudayaan Yunani)

Seperti yang kita ketahui, filsafat lahir sebagai kritik atas mitos dan mitologi. Mitos dan mitologi merupakan kepercaayaan dalam budaya Yunani kuno terhadap campur tangan para dewa dalam kehidupan harian mereka. Para perintis filsafat melihat bahwa budaya mitos dan mitologi ini pada dasarnya tidak menghargai kemampuan akal budi manusia sebagai mahluk yang rasional. Mitos dan mitologi melemahkan hakekat dasar manusia sebagai makhluk yang mempunyai kemapuan berpikir dan bernalar. Akal budi tunduk pada kepercayaan mitos dan mitologi. Para perintis filsafat kemudian menaruh perhatian yang serius untuk mengangkat kembali pada taraf yang lebih tinggi kemampuan akal budi manusia. Mereka yakin bahwa, kejadian-kejadian dalam alam semesta ini dapat dijelaskan secara rasional berkat kemampuan akal budi. Budaya mitos dan mitologi harus segera ditinggalkan dan diganti dengan budaya berpikir kritis untuk mengerti dan memahami realitas yang ada.

Jadi dalam kenyataannya, sejak awal mula filsafat tidak dapat dipisahkan dari budaya. Filsafat lahir dalam budaya, untuk mengkritik dan membaharui budaya. Berkat filsafat, budaya mitos dan mitologi secara perlahan ditinggalkan. Jelas disini bahwa sumbangan filsafat dan budaya merupakan dua hal yang berbeda namun keduanya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang lain. Peran filsafat bagi budaya tidak lain yakni membantu budaya untuk merenungkan kembali nilai-nilai yang yang ada, melihat secara jeli dan menemukan nilai yang benar-benar otentik dari suatu budaya yang dihidupi. Fisafat membantu mendorong budaya untuk mengkritisi dirinya sendiri, demi perkembangan dan kemajuan budaya kearah yang lebih baik.

Sumbangan Filsafat Bagi kebudayaan Indonesia

            Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya. Setiap suku memiliki kebudayan yang khas. Baik itu menyangkut cara pandang, budaya hidup, budaya dalam relasi, budaya dalam unsur-unsur material seperti seni dan lain-lain. Sistem-sistem nilai dalam setiap budaya pun diterapkan sedemikian rupa sehingga sistem nilai yang ada disatu budaya berbeda dengan sistem nilai dalam kebudayan yang lain. Perbedaan-perbedaan ini mendorong manusia Indonesia untuk hidup secara berdampingan ditengah multikulturalisme, sehingga perbedaan-perbedaan yang ada tidak menghambat relasi, rasa persaudaraan dan rasa memiliki antar satu dan yang lain. Perbedaan-perbedaan yang ada disatukan dalam satu kebudayaan yang sama yakni budaya pancasila.

Budaya pancasila menjadi payung, titik tolak, rujukan utama dalam membangun suatu nilai dalam satu budaya daerah. Budaya pancasila yang mengajarkan nilai, ketaatan dan kepercayaan pada Tuhan yang Maha Esa, menghargai harkat dan martabat orang lain, bersatu walaupun adanya perbedaan-perbedaan, musyawarah dan mufakat serta menjunjung tinggi nilai keadilan agar terwujud kesejatraan bersama menjadi titik tolak dari setiap perumusan nilai dalam budaya-budaya yang ada.

            Pada bagian pengantar telah dilihat bahwa filsafat dan budaya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Filsafat adalah budaya berpikir. Berpikir tentang budaya dengan dan segala macam unsur pembentuknya. Filsafat membantu budaya untuk melihat dan merenungkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.  Melihat budaya Indonesia yang beraneka ragam, hidup dalam multikulturalisme, pertanyaan yang muncul adalah apa sumbangan filsafat bagi kebudayaan pancasila? Hadirnya filsafat dalam kebudayaan Indonesi, bukan pertama-tama bertujuan untuk mengganti budaya pancasila dengan sistem kebudayaan yang baru. Filsafat tidak mendorong mausia Indonesia untuk meninggalkan paham keberagaman dan beranjak menuju paham keseragaman. Filsafat hadir untuk mengokohkan budaya pancasila. Filsafat hadir untuk menegaskan kembali makna dari perbedaan-perbedaan. Filsafat mendorong setiap individu untuk berpikir kritis terhadap setiap budaya ada, menegakan kembali nilai-nilai dari budaya pancasila yang semakin lama semakin pudar dan ditinggalkan.

            Filsafat mengajak setiap individu untuk melihat, memahami segala realitas yang hidup dalam budaya. Dengan berpikir kritis, setiap orang diharapakan mampu menyumbangkan ide-ide yang berharga dan bermakna demi kemajuan budaya. Filsafat mengkritik budaya-budaya dari setiap daerah yang tidak lagi sesuai dengan budaya pancasila. Sikap anti terhadap perbedaan, subordinasi, paham-paham radikalisme, sikap minoritas dan mayoritas merupakan titik perhatian filsafat dalam budaya Indonesia sekarang ini. Berpikir kritis berarti mampu menyumbangkan sesuatu yang bermakna untuk kebaikan bersama. Dengan berpikir kritis, setiap manusia Indonesia diharapkan mampu  menemukan makna dibalik sekat-sekat perbedaan yang ada. Mendorong setiap individu untuk meninggalkan paham-paham yang keliru yang menyebabkan perpecahan karena perbedaan-perbedaan yang tertentu.

Penulis: Mahasiswa Program Studi Filsafat
Semester VI
Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun