Hal itu karena jika berhasil mengalahkan tim juara bertahan, pastinya memiliki mental dan rasa gengsi yang sangat menyenangkan.
Beban berat justru didapat oleh tim juara bertahan karena semua tim peserta pasti bakal berlomba-lomba untuk bisa mengalahkan mereka.
The Reds sempat membuktikannya ketika mereka mampu unggul dua gol lebih dulu atas Madrid di awal babak pertama.
Sayangnya, unggul cepat 2-0 membuat Liverpool terlalu merasa di atas angin. Sementara Madrid justru membuktikan kalau mereka memang masih punya mental juara.
Tertinggal 0-2 tak buat pasukan Carlo Ancelotti kehilangan semangat. Sebaliknya, mereka tetap bermain tenang dan pada akhirnya berhasil menyamakan kedudukan hingga akhirnya menang dengan skor 5-2.
Saat imbang 2-2, permainan Liverpool mulai berantakan. Sejumlah peluang mampu dibaca dengan baik oleh lini pertahanan Madrid, bahkan The Reds juga jadi bermain terburu-buru.
Hingga akhirnya Madrid mengembalikan kedudukan menjadi 3-2, Liverpool semakin terkena tekanan mental.
Ada apa dengan tim dari Inggris? Padahal, biasanya mereka masih mampu tampil perkasa di babak 16 besar sejak leg pertama.
Menurut pandangan saya sebagai penggemar sepak bola layar kaca, menurunnya permainan tim Inggris ini karena mereka sedang masa transisi besar-besaran.
Tottenham sedang dibangun menjadi tim kuat oleh Antonio Conte, Chelsea juga sedang membangun dari nol di bawah komando Graham Potter bersama para pemain yang baru didatangkan musim ini.
Liverpool sedang berusaha bangkit pasca ditinggal oleh Sadio Mane dan Man City sedang meningkatkan rasa haus mereka untuk bisa meraih gelar juara Liga Champions mereka yang pertama.