Dalam kehidupan bersama pasti terdapat berbagai larangan yang harus ditaati. Larangan-larangan itu bertujuan untuk menciptakan kenyamanan, keharmonisan, dan keteraturan hidup bersama.Â
Salah satu larangan yang kita temukan hampir di semua masyarakat adalah larangan mencuri. Agama, budaya, dan berbagai kelompok masyarakat biasanya sangat tegas mengharuskan setiap warganya untuk tidak boleh mencuri. Jika dilanggar, berbagai hukuman atau sanksi sudah menanti.
Saya pernah mendengar cerita dari orangtua saya tentang seseorang yang mencuri seekor sapi di salah satu kampung tetangga kami. Pencuri itu mengalami nasib naas karena tertangkap basah oleh pemilik sapi yang hendak dicurinya. Tanpa berpikir panjang, sang pemilik sapi langsung memanah pencuri tersebut hingga tewas di tempat. Tentang memanah pencuri yang tertangkap basah saat sedang mencuri, sudah menjadi kesepakatan bersama di kampung itu.
Tentu saja, larangan untuk mencuri mempunyai alasan yang sangat masuk akal. Mencuri adalah tindakan mengambil sesuatu entah berupa materi maupun non materi yang bukan milik sendiri. Akibat dari pencurian adalah korban mengalami kerugian karena hak miliknya dirampas oleh orang lain.
Di Indonesia, pencurian bukan merupakan fenomena baru. Kasus pencurian dapat kita temukan di mana-mana, meskipun di seluruh Indonesia sepakat melarang pencurian. Mulai dari pencurian barang-barang kecil yang kurang berharga hingga barang-barang besar yang sangat bernilai. Berita pencurian uang, emas, alat komunikasi, hingga alat transportasi sering kita tonton di berbagai saluran televisi.
Pada level negara, pencurian itu lebih dikenal dengan istilah korupsi. Ibarat sebuah penyakit tumor ganas, korupsi seakan-akan tak ada lagi penawarnya. Mulai dari pejabat pemerintah hingga masyarakat biasa, korupsi dilakukan sebagai tindakan lumrah.
Para koruptor tidak peduli dengan kerugian negara akibat tindakannya. Ada yang tanggung-tanggung untuk korupsi hingga triliunan rupiah. Daya tarik uang telah membuat pejabat lebih berperan sebagai pencuri daripada pemberi. Pejabat harusnya bertindak sebagai pemberi ide, kebijakan, dan tindakan yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Mendengar masalah korupsi di Indonesia rasanya sangat menyakitkan. Namun, tampaknya tidak ada seorangpun anak bangsa yang sanggup menghentikannya. Pemimpin silih berganti terpilih, berokrasi tetap saja tidak bersih. Laporan kasus korupsi dari tahun ke tahun terus bertambah. Terkadang menurun, tetapi di tahun kemudian meningkat lagi.Â
Maraknya kasus pencurian di pemerintahan pernah menginspirasi musisi kondang Iwan Fals dalam menghasilkan lagu berjudul Tikus-tikus Kantor. Sepotong lirik dalam lagu itu sangat menarik, 'tikus-tikus tak kenal kenyang, rakus-rakus bukan kepalang'. Ya, penyakit kerakusan atau keserakahan merasuki para pejabat pemerintahan sehingga mereka tidak sanggup mengatakan cukup hanya dari gaji pokok yang sudah menggunung.
Siapa kira-kira yang bisa menjadi pahlawan anti korupsi untuk menyelamatkan Indonesia dari maraknya pencurian massal di negara ini? Suatu ketika saat pelajaran, seorang murid kelas 8 ditanya oleh gurunya tentang apa yang akan ia lakukan untuk negara pada 20 tahun yang akan datang. Ia spontan menjawab,"aku akan berusaha dari sekarang agar pada 20 tahun mendatang aku berhasil melenyapkan korupsi dari bumi Indonesia ini".