Mohon tunggu...
Yogi Putranto
Yogi Putranto Mohon Tunggu... Penulis Untuk Beberapa Isu Strategis Yang Berkembang di Masyarakat

Analis dan penulis independen yang aktif menyoroti isu-isu strategis di bidang keuangan inklusif, pemberdayaan ekonomi anak muda, ekonomi biru, serta transformasi digital sektor publik. Saya kerap menulis opini dan kajian kebijakan untuk berbagai media nasional dan forum akademik. Berpengalaman sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang kini mengembangkan berbagai inovasi berbasis data untuk komunitas nelayan dan petani. Saya percaya bahwa masa depan Indonesia bergantung pada kolaborasi lintas sektor dan keberanian generasi muda untuk berinovasi.

Selanjutnya

Tutup

Nature

City Reef : Membangun Kota Terapung Yang Tumbuh Seperti Terumbu Karang

13 Oktober 2025   16:13 Diperbarui: 13 Oktober 2025   16:13 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Etika Kota Hidup

Tetapi ketika kota menjadi hidup, pertanyaan moral pun muncul.
Siapa yang memiliki gedung hidup? Bisakah dinding "dibunuh" jika terbuat dari sel hidup? Jika satu lingkungan tumbuh lebih cepat dari yang lain, apakah itu berarti lebih "fit" dalam arti evolusi?

City Reef mengajak kita memikirkan kembali hubungan dengan lingkungan binaan. Kota tidak lagi menjadi objek mati, tapi ekosistem, dan kita sebagai penghuni menjadi spesies simbiotik di dalamnya. Hidup di City Reef berarti berpartisipasi dalam metabolisme kota: limbahmu bisa menjadi nutrisi bagi pertumbuhan terumbu; gerakanmu bisa menghasilkan energi; kehadiranmu bisa memengaruhi pola bioelektriknya. Ini adalah mutualisme urban yang menghapus batas antara alam dan budaya.

Mungkin inti dari semua ini adalah: belajar melepas kontrol dan menemukan kembali seni hidup berdampingan.

Cetak Biru Masa Depan Terapung

Ide kota terapung bukan hal baru. Dari prototipe Oceanix Busan PBB hingga eksperimen mewah "seasteading," manusia lama menaruh mimpi tinggal di laut. Tapi City Reef melangkah lebih jauh: menggantikan ego industri dengan kecerdasan biologis. Alih-alih beton, terumbu menjadi fondasi peradaban.

Bayangkan mulainya: Maldives, Tuvalu, atau Kiribati---negara yang sudah berjuang tetap berada di atas permukaan air. City Reef bisa menjadi santuari sekaligus simbol: tempat orang tidak meninggalkan laut, tapi berevolusi bersamanya. Ini seperti kisah Bahtera Nuh versi modern---bukan melarikan diri dari banjir, tapi menerima laut sebagai rumah.

Seiring krisis iklim mempercepat, konsep "urbanisme hidup" ini mungkin lebih realistis daripada terdengar utopis. Teknologi penangkap karbon laut, permakultur laut, dan struktur biomineral yang bisa memulihkan terumbu karang hilang sudah ada---dan bisa saja menjadi rumah kita juga.

Filosofi Menumbuhkan, Bukan Membangun

Di inti City Reef, ini lebih dari sekadar desain---ini pergeseran cara pandang. Menata peradaban bukan untuk menguasai alam, tapi untuk menjadi bagian darinya.
Karang tidak melawan arus; ia memanfaatkannya untuk tumbuh. Terumbu tidak menolak perubahan; ia tumbuh di siklus hancur dan regenerasi.

City Reef adalah metafora ekologis: agar manusia bertahan di era Anthropocene, kita harus lebih seperti karang---sabar, adaptif, dan saling terhubung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun