"Saring dulu baru sharing...." demikian sepenggal kalimat yang disampaikan oleh Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng Pastor DR Gregorius Hertanto SS., M.Th., MSC dalam membuka kegiatan seminar ilmiah (28/10/2019). Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-91 dan menyambut HUT STF-SP ke-50, Badan Eksekutif Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng memfasilitasi seminari ilmiah yang bertempat di Aula Kampus STF-SP. Dr. Ignatius Rusyadi, S.H.,M.Hum dan Fabian Kaloh, S.IP, M.Si hadir sebagai pembicara dalam seminar ini.
"Negara ini adalah negara hukum, maka perlulah setiap orang mengerti apa itu hukum, apa fungsi hukum itu sendiri, dan bagaimana konsekuensinya bagi orang yang melanggar hukum", demikian penegasan awal dari Dr. Rusyadi. Menurutnya hukum dimengerti sebagai sejumlah pengaturan dan sanksi demi berjalannya kehidupan bersama dan bernegara, menjaga ketertiban dan keadilan. Hukum diperlukan demi kepastian dalam kehidupan masyarakat itu. Beliau kemudian mengajak kita menelaah beberapa pasal yang menjadi polemik meskipun dari pasal-pasal itu ada yang masih karet, dan ada yang belum terlalu jelas dalam implikasinya.
Senada dengan apa yang disampaikan oleh Bpk. Fabian, beliau mengajak peserta melihat persoalan politik yang ada di balik polemik. Menurutnya peran dari negara adalah mengatur dan melindungi hak-hak warga negara seluas mungkin, sehingga tidak boleh didikte oleh kepentingan sepihak belaka.
"Pemerintah harus bijaksana melihat situasi dan kondisi yang ada. Karenanya penundaan yang dibuat adalah dalam rangka ini. Bagaimana arahnya ke depan kita tunggu saja, pastinya pemerintah akan membuat kebijaksanaan sebaik mungkin" tegasnya.
Dr. Rusyadi menegaskan bahwa faktanya banyak polemik muncul dari pemahaman yang keliru dan belum menyeluruh baik mengenai perubahan pengaturan maupun latar belakang pengaturan itu dibuat dan juga dikarenakan banyak informasi cacat yang beredar (Hoax).
"Betapa pentingnya memahami betul pasal 28 UUD 1945. Kebebasan berpendapat tidak harus membuat kita turun ke jalan. Bisa terjadi pembodohan dalam aneka propaganda yang akan mudah ditelan kalau kita tidak pandai membaca dan memahami duduk masalah. Ada mekanisme untuk meninjau hukum bila dirasa belum sesuai." Demikian tuturnya.