Mohon tunggu...
YM Chanel
YM Chanel Mohon Tunggu... Guru - Guru Kampung

YM Chanel berbagi gagasan dan ilmu kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kepemimpinan Transformational

1 Maret 2023   13:37 Diperbarui: 1 Maret 2023   13:48 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Momentum Pemilihan Umum (Pemilu)  serentak yang akan dilaksnakan Pebruari 2024 mendatang akan terpilih para Bupati, anggota DPRD Kabupaten, Gubernur, Anggota DPRD Propinsi, anggota DPR dan DPD dan Presiden.  Merekalah putra dan putri terbaik yang dipilih oleh rakyat melalui pemilu langsung untuk memimpin daerah mereka masing-masing untuk masa waktu lima tahun kedepan.

Di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), akan terpilih sejumlah mandataris rakyat yang tersebar di 22 kabupaten kota, untuk menjadi nahkoda untuk melayarkan daerah mereka masig-masing menuju negeri harapan yang bergelimang kesejahteraan sesuai visi dan misi meraka saat kampanye.

Mereka yang akan terpilih dalam Pemilu, adalah pemimpin. Terlepas dari apakah mereka lahir sebagai pemimpin atau karena belajar menjadi pemimpin, tetapi di tangan merekalah masa depan daerah di pertaruhkan.  Menjadi lebih baik atau lebih buruk suatu daerah di bawah kepemimpinan (leadership)  mereka tergantung dari gaya kepemimpinan (leadership style) mereka memimpin daerah. Gaya kepemimpinan ini menjadikan seorang pemimpin unik dalam menentukan hal-hal apa saja yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi atau daerah tersebut. Seorang pemimpin yang tidak memiliki gaya kepemimpinan hanya akan menjadi pemimpin yang ikut-ikutan, tidak memiliki pendirian, serta tidak memberikan 'nyawa' bagi organisasi yang dipimpinnya.

Tulisan kecil ini, tidak hendak menggurui, melainkan hanya ingin membumikan gaya kepemimpinan transformational dalam aras kepemimpinan daerah. Sehingga darinya bisa menjadi passion dalam menggerakan orang-orang yang dipimpin menuju tujuan bersama yang telah ditetapkan. Dengan demikian tujuan yang ingin di capai tersebut bukan hanya menjadi tujuan saya, tetapi menjadi tujuan kita.

Dalam arus moderniasi yang serba cepat ini, perkembangan tentang konsep gaya kepemimpinan juga telah berkembang dengan sangat pesat, salah satunya adalah gaya kepemimpinan transformasional (transformational leadership). Kepemimpinan transformasional muncul sebagai gaya kepemimpinan yang penting dan mempengaruhi kerangka kerja dari seorang pemimpin (Avolio & Bass, 1988; Bass, 1985 dalam Cleavenger & Munyon, 2013).

Teori kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan terakhir yang hangat dibicarakan selama dua dekade terakhir ini. Gagasan awal mengenai model kepemimpinan transformasional dikembangkan oleh James McGregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya ke dalam konteks organisasional dilanjutkan oleh Bernard Bass.

Dalam upaya pengenalan lebih dalam tentang konsep kepemimpinan transformasional ini, Bass mengemukakan adanya kepemimpinan transaksional (transcsional leadership) yaitu kepemimpinan yang memelihara atau melanjutkan status quo. Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin (jual beli nilai)

Sedangkan kepemimpinan transformasional mencoba untuk membangun kesadaran para bawahannya dengan menyerukan cita-cita yang besar dan moralitas yang tinggi seperti kejayaan, kebersamaan dan kemanusiaan. Seorang pemimpin dikatakan transformasional diukur dari tingkat kepercayaan, kepatuhan, kekaguman, kesetiaan dan rasa hormat para pengikutnya. Para pengikut pemimpin transformasional selalu termotivasi untuk melakukan hal yang lebih baik lagi untuk mencapai sasaran organisasi.

Dalam rumusan lain Transformational leadership adalah gaya kepemimpinan yang berfokus pada perubahan atau transformasi dari tujuan, nilai, etika, standard, dan performa orang lain (Northhouse, 2003 dalam Aamodt, 2010). Para pemimimpin transformasional biasanya disebut sebagai orang yang memiliki visi, karismatik, dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Mereka memimpin dengan membawa suatu visi, melakukan perubahan dalam organisasi untuk menyesuaikan dengan visi yang dibawanya, dan memotivasi para pengikutnya untuk mencapai visi tersebut. Pemimpin transformasional juga mengembangkan kemampuan orang-orang yang dipimpinnya (Jung and Sosik, 2002 dalam Gumusluoglu & Ilsev, 2009). Mereka melakukan inovasi, berfokus pada orang didalamnya, fleksibel, berpikir jauh ke depan, berhati-hati dalam menganalisa masalah, dan percaya pada intuisinya (Bass, 1997; Nanus, 1992; Yuki, 1994, dalam Aamodt, 2010).

Praktek kepemimpinan transformasional diyakini berhasil mengubah status quo dalam organisasi dengan cara mempraktikkan perilaku yang sesuai pada setiap tahapan proses transformasi. Apabila cara-cara lama dinilai sudah tidak lagi sesuai, maka sang pemimpin akan menyusun visi baru mengenai masa depan dengan fokus strategik dan motivasional. Visi tersebut menyatakan dengan tegas tujuan organisasi dan sekaligus berfungsi sebagai sumber inspirasi dan komitmen. Didalamnya terjadi pelibatan seluruh elemen anggota organisasi/masyarakat dalam kepemimpinannya. Oleh karena itu dalam prosesnya, bukan hanya terdiri dari orang yang memimpin saja, akan tetapi juga melibatkan anggota (followers) dalam proses kepemimpinannya.

Hal ini berdasarkan asumsi bahwa pada kondisi masyarakat yang sudah sangat berdaya; batas kapasitas pribadi antara yang dipimpin dengan pemimpin sudah sangat tipis (artinya sudah sama-sama pintar). Masyarakat tidak lagi membutuhkan sosok pimpinan yang serba bisa dan instruksionis, melainkan pemimpin yang bisa menampung aspirasi bersama untuk bersama-sama diwujudkan dalam tindakan kelembagaan yang sistematis.

Lebih lanjut, kepemimpinan transformasional lebih mengandalkan pertemuan visi kedepan yang dibangun berdasarkan konsesus bersama antara pemimpin dan anggota. Oleh karena itu pemimpin tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang bertugas untuk memberikan visi gerakan dan kemudian mendiseminasikan kepada anggotanya. Peminpin justru menjadi interpreter (penerjemah) visi bersama para anggotanya untuk di transformasikan dalam bentuk kerja nyata kolektif yang mutual.

 

Belajar dari Herb D. Kelleher

Herb, begitu nama singkatnya, sekarang dikenal sebagai mantan CEO dan salah satu pendiri Southwest Airlines, yakni maskapai berbiaya murah yang berbasis di Amerika Serikat.Ternyata, ia bukan mulai karirnya dengan berbisnis melainkan menjadi seorang pengacara. Tahun 1967, ia bersama dengan salah seorang kliennya, Herb mendirikan Southwest Airlines. Butuh waktu limah tahun untuk bisa eksis. Tidak lama kemudian, tepatnya tahun 1981, Herb menjadi Presiden dan CEO maskapai tersebut, sampai ia mengundurkan diri pada tahun 2007. Ia menjalankan perusahaan dengan gaya kepemimpinan transformational di antara karyawan-karyawannya. Ia paham betul, bahwa pegawai front-line bisa menolong Anda atau membuat Anda buruk. Herb pun membuat para pegawainya seperti pemilik perusahaan Usahanya tersebut membuahkan hasil. Southwest Airlines menjadi maskapai kelima terbesar di AS. Lantas apa yang membuat seorang Herb begitu sukses mengelola penerbangan berbiaya murahnya?

Dia memiliki karisma, berorientasi pada karyawan (karyawan paling utama), memiliki visi (dia menerapkan konsep low-cost airline sebagai desain untuk berkompetisi dengan moda transportasi darat dan maskapai perkembangan lain), dan motivator yang sangat baik untuk orang-orang yang ada di perusahaannya. Seorang pemimpin sesukses Herb Kelleher, tidak akan berhasil jika tidak dibantu oeh karyawannya atau orang-orang dibawah kepemimpinannya. Ia membutuhkan followers (pengikut) untuk mewujudkan visinya.

Berkaitan dengan pengikut/orang-orang dalam sebuah organisasi kita juga bisa belajar dari film Power Ranger. Memiliki kekuatan super dan senjata yang keren untuk memberantas para monster jahat yang ingin mengganggu keamanan bumi, setiap personilnya memiliki warna sebagai ciri khasnya masing-masing, yaitu Merah, Biru, Hijau, Hitam, Kuning, dan Merah Muda. Warna dari para ranger  ini juga diasosiasikan dengan kepribadian masing-masing: Merah diidentikkan sebagai seorang yang pemberani, Biru sebagai seorang yang pintar dan pengatur strategi, Hijau sebagai seorang yang tenang, Hitam sebagai seorang yang kuat dan misterius, Kuning sebagai seorang yang supel dan humoris, dan Merah Muda sebagai seorang yang penyayang.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa seorang pemimpin transformasional harus jeli dan peka terhadap keberagaman dari orang-orang yang bekerja bersamanya. Tidak semua orang memiliki kemampuan dan sifat yang sama. Masing-masing orang memiliki warnanya masing-masing. Dengan demikian seorang pemimpin transformasional harus bisa memaksimalkan keberagaman potensi dan kemampuan yang ada. untuk kemudian menggerakkan pengikutnya guna mencapai visi bersama. Akhirnya saya meenutup tulisan ini dengan mengutip perkataan dari Hellen Keller, "Alone we can do so little. Together we can do so much".***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun