Mohon tunggu...
Yesi Hendriani Supartoyo
Yesi Hendriani Supartoyo Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jejak Satu Dekade LPSK, Optimalkan Asas Lex Specialis

17 November 2018   21:31 Diperbarui: 19 November 2018   07:15 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adegan Deadly Sorority (dok: pribadi)

Deadly Sorority, sebuah film besutan Amerika pada tahun 2017 silam, sekiranya dapat menjadi percontohan atas kisah gagalnya upaya perlindungan saksi dan korban. Bayangkan ketika Samantha, yang secara tidak langsung menjadi saksi sekaligus korban atas kematian sahabatnya, Kristina. Samantha mesti membuktikan dirinya tidak bersalah dan membebaskan dirinya dari tuduhan tersangka utama pembunuhan, secara seorang diri!

Kisah Samantha tentu selayaknya banyak diketemukan dalam pelbagai kasus permasalahan hukum di tanah air. Oleh karenanya peran lembaga profesional seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjadi sangat dibutuhkan. Kisah Samantha mengajarkan banyak hal bahwa perlindungan diri merupakan hak asasi setiap orang guna memberikan kesempatan membuktikan kebenaran yang sesungguhnya terjadi.

LPSK memiliki peran yang sangat penting. Hal ini mengingat LPSK bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada saksi dan korban. Lingkup perlindungan oleh LPSK adalah pada semua tahap proses peradilan pidana, agar saksi dan/atau korban merasa aman ketika memberikan keterangan.

Seiring berjalannya waktu, semenjak dibentuk pada 8 Agustus 2008 silam, LPSK telah menjadi ciri negara hukum modern. LPSK perlu terus memberikan peran yang maksimal guna membangun koordinasi yang baik dengan institusi penegak hukum dalam memberikan perlindungan saksi dan korban. Implikasi layanan oleh LPSK harus terus dapat dirasakan oleh masyarakat. Semisal, perlindungan fisik melalui rumah aman dan pengamanan.

Setiap perlindungan saksi dan korban harus dikoordinasikan dengan LPSK. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No.31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang mengamanatkan bahwa hanya LPSK yang berhak memberi perlindungan sekaligus mengelola rumah aman. Mengingat rumah aman bersifat independen dan dikelola sesuai aturan internal LPSK. Pun, perlindungan saksi adalah lex specialis LPSK. Hal ini mengacu pada Pasal 36 UU No. 12/2016 bahwa dalam melaksanakan pembinaan, perlindungan dan bantuan, LPSK dapat bekerja sama dengan lembaga yang berwenang.

Kedepan, LPSK diharapkan dapat terus menjangkau daerah pelosok. Pasalnya, LPSK masih diperlukan oleh masyarakat. LPSK harus terus mampu membangun suatu jaringan yang bersifat terstruktur untuk mampu menjangkau rakyat di daerah. Tentunya masyarakat akan sangat membutuhkan peran LPSK. Keoptimalan dalam melindungi saksi dan korban menjadi tugas yang harus dituntaskan oleh LPSK yang notabene merupakan lembaga yang kredibel dan berintegritas.

Saat ini, sebanyak 14 calon Anggota LPSK telah melewati tahap uji pembuatan makalah bersama dengan Komisi III DPR RI. Kedepan, harapan terhadap pimpinan baru LPSK periode 2018 - 2023 ialah agar dapat meningkatkan semangat optimisme terkait perlindungan saksi dan korban. Serta, terciptanya penguatan kapasitas LPSK dalam proses peradilan di tanah air Indonesia. Ayo, Dukung Perlindungan Saksi dan Korban!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun