Pertama, Adorno menyatakan bahwa seni harus otonom dan independen dari kepentingan praktis atau komersial. Seni seharusnya tidak digunakan sebagai alat propaganda politik atau komoditas semata.
Kedua, Adorno sangat kritis terhadap budaya massa dan industri budaya. Ia berpendapat bahwa budaya massa menghasilkan karya yang komersial, dangkal, dan seragam, yang menghancurkan kualitas estetika dan mengaburkan batasan antara seni dan hiburan .
Ketiga, Adorno menekankan pentingnya mimesis atau kemiripan dengan realitas dalam seni. Seni yang benar harus mencerminkan kontradiksi sosial dan kemanusiaan, bukan sekadar menjadi hiburan atau pelarian dari realitas.
Keempat, Adorno mengembangkan konsep estetika negatif, yang mengacu pada pendekatan kritis terhadap seni. Seni yang benar seharusnya menghadirkan ketegangan, kontradiksi, dan pertentangan dalam karya-karya tersebut, sehingga memaksa pemirsa untuk berpikir dan merenung.
Kelima, Adorno menekankan unsur-unsur unik dan irasional dalam seni. Seni yang sah seringkali tidak dapat dijelaskan secara rasional atau dianalisis sepenuhnya, dan harus mempertahankan elemen-elemen misterius dan tidak terduga.
Keenam, Adorno melihat seni sebagai alat untuk mengkritik masyarakat dan struktur kekuasaan yang ada. Seni yang benar dapat mengungkapkan ketidaksetaraan, ketidakadilan, dan alienasi dalam masyarakat.
Ketujuh, dalam pandangan Adorno, musik adalah bentuk seni yang paling murni dan otentik. Musik dianggap sebagai medium yang paling mampu mengungkapkan perasaan dan pikiran manusia tanpa terbatas oleh kata-kata atau representasi visual. Adorno menganalisis musik pop/jazz sebagai produk dari industri budaya, yang distandardisasi dan kehilangan individualitas sejatinya, (Bdk. Presentasi Fitzerald K. Sitorus, https://youtu.be/qll9MJZdUvI?si=ZJj3PjKswEZej9BO).
GM dan Estetika Hitam-nya
Goenawan Mohamad menulis buku berjudul "Estetika Hitam: Adorno, Seni, dan Emansipasi" (2021). Buku ini menelaah pemikiran estetika Theodor Adorno. Dalam konteks ini, "Estetika Hitam" dapat diartikan sebagai upaya untuk memahami dan menghargai seni yang membebaskan diri dari komodifikasi dan menawarkan perlawanan terhadap norma-norma sosial.
Pemikiran Adorno menekankan bahwa karya seni harus membebaskan diri dari komodifikasi dan tidak boleh dijadikan alat jual beli. Goenawan Mohamad menelaah pemikiran ini dalam bukunya, yang menunjukkan relevansi antara estetika dan kritik sosial. Bagi Adorno, sistem sosialis yang totaliter dan kapitalisme sama-sama mengancam kebebasan dan memperparah kehidupan modern.