Mohon tunggu...
Pena Wimagati
Pena Wimagati Mohon Tunggu... Mahasiswa dan Jurnalis

Tulis, Baca, Nyanyi dan Berolahraga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cinta vs Kekerasan Bersenjata di Dusun Intan Jaya

19 Juni 2025   23:33 Diperbarui: 20 Juni 2025   01:41 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Korban konflik antara TNI/Polri dan TPNPB/OPM Di Intan Jaya

Oleh: Firson Maisini

 Kumenyadari dusun tercinta dalam refleksi dari perspektif ekologi, sosial politik dan budaya dalam konteks konflik bersenjata. “Dusun tercinta” bukan sekadar letak geografis, melainkan penuh dengan beragam budaya, ekologi, sosial politik. Konflik bersenjata di “Dusun Tercinta” di Titigi, Eknemba, Ndugusia, Jaindapa, Sugapa Lama, Janamba dan Hitadipa (Intan Jaya) tidak hanya merusak infrastruktur fisik, melainkan merusak dan membunuh fondasi hak-hak hidup masyarakat dan alam Intan Jaya yang terbangun dari turun-temurun. 

Perspektif Ekologi 

Dari perspektif ekologis, konflik bersenjata antara TPNPB/OPM dan TNI/Polri di Intan Jaya dampaknya sungguh benar-benar merusak dan menghancurkan pada dusun tercinta. Kualitas lingkungan seperti air, tanah, pohon-pohon serta segala sumber daya alam dirusak, dihancurkan menggunakan segala jenis bom, roket dan senjata oleh militer Indonesia dari sejak 2019 hingga sampai saat ini 2025. Data, fakta dan bukti nyata, kerusakan kualitas lingkungan alam dan manusia oleh pihak gabungan TNI/Polri Satgas Raja Wali satu TNI pasukan pemburuh yang pernah hadapi Fretelin dan GAM di Aceh menurunkan bom di Distrik Hitadipa Kampung Sogagama, dan Puyaagapa menggunakan tiga buah Helikopter dengan nomor kode: 412F/HH5155 dan H5179 milik TNI Raja Wali satu satgas dalam kontak senjata TNI/Polri VS TPNPB/OPM kodap VII Intan Jaya Batalyon Dugabu, pada 28-30 Maret 2025, selama tiga hari berturut-turut. Akibat bom di kampung Sogagama dan puyagapa Distrik Hidapa Kabupaten Intan Jaya oleh militer Indonesia menyebabkan kerusakan lingkungan secara rencana dan terstruktur. Akibat bom, tanah hancur, hutan terbakar habis, sumber air tercemar dan segala jenis hewan dibunuh mati. 

Pola pemanfaatan sumber daya, masyarakat pengungsi terpaksa mengubah pola pemanfaatan sumber daya alam. Karena konflik bersenjata mengancam kebebasan berinteraksi dengan alam secara langsung, masyarakat akar rumput Intan Jaya trauma dan tidak ada akses berkebun, berburuh dan berternak. Ampas-ampas amunisi, bom, roket, kimia dan limbah perang menghancurkan dan mematikan sumber mata pencarihan masyarakat lahan umbi-umbian, sayuran, buah-buahan dan lahan ternak. 

Perspektif Sosial Politik

Secara sosial politik, konflik bersenjata antara TPNPB/OPM dan TNI/Polri di Intan Jaya memiliki implikasi mendalam bagi “dusun tercinta”. Ketenangan internal dan struktur sosial masyarakat secara langsung dihancurkan dan dipecah belahkan secara terstruktur dan membabi buta oleh militer Indonesia. Tradisional adat istiadat masyarakat dan hukum-hukum adat dibunuh dan dimusnahkan oleh konflik bersenjata, melemahkan dan menghancurkan daya berpikir masyarakat secara lantang oleh bom, roket dan senjata tanpa berhenti dari tahun ke tahun. Pengungsian dan dislokasi, masyarakat Intan Jaya di kampung Titigi, Ndugusiga, Eknemba, Jaindapa, Janamba dan Hitadipa terpaksa meninggalkan “dusun tercinta”, rumah dan segala harta benda, pengungsi mencari perlindungan dan keselamatan diri di hutan belandara dari konflik bersenjata yang dilakukan oleh TNI/Polri terhadap TPNPB/OPM. Akibat konflik bersenjata akses dan relasi perekonomian, budaya, dan politik yang vital diputus bagaikan kabel jaringan. 

Politik edintitas, negara Indonesia mencciptakan konflik bersenjata di Intan Jaya “dusun tercinta” demi PT. Blok B Wabu, identitas masyarakat dibunuh dan dimusnakan secara terstruktur dan rencana oleh negara. Nyawa manusia di Intan Jaya terus-menurus dihilangkan secara paksa oleh TNI/Polri demi identitas dan infrastruktur perusahan. 

Dari perspektif budaya

Dimensi budaya sangatlah kompleks dalam dunia realitas masyarakat di “dusun tercinta” Intan Jaya Titigi, Ndugusia, Eknemba, Jaintapa dan beberapa tempat lainnya. Budaya orang Migani di tempat ini dari turun-temurun menjadi pondasi kekuatan dalam konflik perang marga dan suku. Lalu budaya itu sendiri menjadi kesatuan dan perdamaian bagi masyarakat dalam situasi konflik perang suku dan marga. Karena dari nenek moyang turun-temun konflik perang suku tidak pernah menghilangkan warisan budaya, adat istiadat, tempat tinggal, tempat berburu dan berkebun. Namun di “dusun tercinta” saat ini konflik bersenjata yang dilakukan oleh TNI/Polri terhadap TPNPB/OPM di Intan Jaya sungguh benar-benar mengancam warisan budaya orang Migani. Adat istiadat, tempat tinggal, tempat berkebun dan berburu sendirinya hilang, adanya konflik bersenjata terus berjalan tenpa henti dari sejak 2019 hingga sampai saat ini 2025 di “dusun tercinta”. Masyarakat lokal pengungsi mencari perlindungan dan keselamatan di hutan rimba dari konflik bersenjata. Konflik bersenjata merusak dan memusnahkan pengetahuan tradisional tentang berkebun, berternak, berburu, pengobatan dan penglolaan lingkungan manusia dan lingkungan alam. Kata “dusun tercinta” dan kata pengungsi di Intan Jaya 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun