Anak memiliki sifat, kebiasaan dan cara berkomunikasi yang cenderung menetap. Orangtua tentunya memahami ciri khas anak remajanya. Mulailah waspada jika anak berubah kebiasaan. Apakah anak lebih pendiam atau sebaliknya, lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah. Remaja yang mengalami masalah akan cenderung menghindari kontak sosial dengan orang disekitarnya. Ia bisa memilih banyak berdiam diri di dalam kamar ataupun memilih main di luar rumah untuk menghindari pertanyaan orangtua. Ciri khas yang paling nampak, remaja tiba-tiba senang memakai baju lengan panjang.
Bagaimana Mengatasi dan Mencegah Self-Harm
     Sesuai pemaparan diatas, orangtua memiliki peran yang vital dalam mengatasi maupun mencegah terjadinya Self-Harm. Santrock (2012) menyebutkan pengasuhan Otoritatif menjadi kunci mengasuh remaja saat ini. Orangtua mendukung remaja untuk mandiri namun tetap memberikan batasan dan pengawasan. Komunikasi yang memberi dan menerima akan memberikan hasil yang lebih baik. Komunikasi dua arah yang akan memberikan kesempatan remaja untuk mengungkapkan keinginannya. Orangtua mendengarkan sekaligus menjadi teman yang dapat memberikan gambaran perilaku berdasar pengalaman.
    Â
Referensi
APA (2013). Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder. Fifth Edition. DSM-5. American Psychiatric Publishing. Washington
Lubis, Irma Rosalinda dan Yudhaningrum, Lupi. 2020. Gambaran Kesepian Pada Remaja Pelaku Self-Harm. Jurnal Penelitian dan Pengukuran Psikologi. Volume 9, Nomor 1. April. Universitas Negeri Jakarta.
Santrock, John W. (2012). Life-Span Development (Terjemahaan). Tiga Aksara. Jakarta.
Sajogo, dr, Ivana. (2020). Self-Harm Sebuah “Trend “ Atau Gangguan Jiwa (Disajikan dalam Webinar RSJ Menur menyambut HKJS 2020).