Mohon tunggu...
Aksi Cepat Tanggap
Aksi Cepat Tanggap Mohon Tunggu... Jurnalis - Organisasi Kemanusiaan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menjadi organisasi kemanusiaan global profesional berbasis kedermawanan dan kerelawanan masyarakat global untuk mewujudkan peradaban dunia yang lebih baik http://act.id Aksi Cepat Tanggap (ACT) Foundation is a professional global humanitarian organization based on philanthropy and volunteerism to achieve better world civilization

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Banjir di Jakarta, Sebuah Catatan Sejarah yang Terus Terulang

23 November 2015   13:18 Diperbarui: 23 November 2015   13:27 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejarah Banjir Jakarta

Banjir Jakarta, bicara tentang bencana limpahan air hujan yang menenggelamkan ibukota Jakarta, sesungguhnya banjir bukan jadi bencana yang baru saja terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Bagi warga Jakarta yang sudah menempati Kota ini sejak puluhan tahun lalu, pasti menyadari bahwa sesungguhnya banjir Jakarta sebuah catatan sejarah yang terus berulang. Sejak zaman kolonial dulu, Jakarta memang dikenal sebagai kota yang rawan banjir. Serupa dengan Amsterdam dan kota-kota lain di Belanda, kontur tanah di Jakarta pada dasarnya berada pada level yang rendah, bahkan lebih rendah dibanding air laut.

Kenyataan ini pun kemudian bisa menjadi alasan mengapa banjir Jakarta selalu terus berulang setiap tahunnya. Memasuki musim hujan, Ibukota selalu tenggelam. Dikutip dari National Geographic, bahkan Kota Tua Jakarta, kawasan yang selalu saja ramai di penghujung pekan, sudah menjadi langganan banjir sejak zaman kolonial.

Catatan dari laman National Geograpic menyebutkan bahwa banjir Jakarta pertama kali terdokumentasi pada tahun 1699. Atau lebih dari 3 abad lalu!

Bermacam aliran sungai yang membelah Ibukota Jakarta, terutama Sungai Ciliwung jika sudah terhambat oleh sampah menjadi tersangka utama yang membawa risiko banjir sejak berabad silam. Dahulu Batavia tergenang mulai dari kawasan Kota Tua di ujung Teluk Jakarta karena meluapnya Sungai Ciliwung. Secara kontur tanah, semakin ke utara Jakarta, kontur tanah Jakarta memang makin menurun. Maka dari itu wajar jika sudah sejak berabad silam, Kota Tua Jakarta selalu tergenang.

Bicara tentang Kota Tua Jakarta, banjir yang sudah sekian abad menggenangi wilayah ini menjadi makin ironis, sebab hingga hari ini 90 persen bangunan di kawasan Kota Tua Jakarta ini adalah bangunan klasik dari zaman abad ke-20, sisa peninggalan Belanda yang masih kokoh berdiri. Namun, minimnya usaha untuk melakukan pencegahan banjir di wilayah ini makin memperburuk kondisinya. Perlahan Jakarta di wilayah utara makin tenggelam. Menghilangkan jejak klasi sejarah Jakarta tempo dulu.

Lalu bagaimana sebetulnya usaha terbaik yang bisa diusahakn perlahan untuk mencegah banjir di Jakarta tidak menjadi sejarah yang terus berulang?

Satu hal yang penting adalah mencegah sumbatan air di saluran air pinggir jalan. Tengok saja bagaimana kondisi saluran air terdekat dari rumah dan kantor Anda di Jakarta, intip bagaimana kondisi saluran airnya. Pasti akan ditemukan banyak sekali sampah!

Inilah yang menjadi salah satu sebab dari banjir Jakarta semakin bertambah parah. Jika Sungai pun tak mampu lagi menampung derasnya aliran air, maka air sungai akan meluap masuk ke saluran air. Namun jika saluran air pun terhambat oleh sampah, air banjir dan sampah akan bercampur dan mengalir menggenangi wilayah Jakarta. (cal)

img : m.todayonline.com

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun