"Menurut kamu gimana?"
"Kalo aku sih,enakan punya rumah sendiri. Biarpun itu kecil, tapi rasanya akan lebih bebas aja. Kalo kita misal nanti ikut Ibu, aku nggak enak juga sama Mama. Soalnya Mama juga tinggal sendirian."
"Mas juga mikirnya begitu, sih."
"Jadi, Mas setuju kalo nanti kita punya rumah sendiri aja?"
Utari beranjak, dan langsung memeluk lengan suaminya, "Aku nggak masalah, kalo nanti kita beli perumnas yang sederhana juga. Asalkan itu sama Mas, bagiku semua masalah sudah bisa diatasi."
"Ternyata sekarang kamu juga sudah pinter ngerayu, ya."
"Siapa dulu yang ngajarin."
Lengan Bagus diangkat ke belakang, hingga Utari meringkuk nyaman di dalam pelukannya. Bagus mengecup kening Utari sesaat, sebelum mengangkat dagu wanita itu. Tanpa banyak bicara, dia kembali meraih bibir ranum Utari yang mengundang, untuk kemudian melabuhkan sebuah ciuman dalam yang terasa begitu manis dan lembut.
"Riri, sayang. Kok, Mas jadi pengin ya."
Utari baru saja ingin mengatakan jika kegiatan itu harus dihentikan, jika tidak mau kebablasan. Tapi Bagus malah sudah mengatakan keinginannya. Bahkan sebelum bisa memprotes, mulutnya sudah dibungkam kembali dengan sebuah ciuman panas. Lalu dia merasa, tubuhnya dibopong oleh Bagus menuju ke dalam kamar mereka.