Sekarang sudah lewat dari dua setengah jam.
Utari berteriak kesal, karena dia harus mengakui kekalahan dari Bagus. Dia menebak satu jam, tapi ternyata setelah menunggu enam puluh menit, benda itu belum juga terbuka.
"Bagaimana? Kamu kalah, kan?" Bagus Pandhita bersedekap sambil berdiri menyilangkan kaki.
Utari meliriknya sebal, "Iya, karena Bapak curang!"
"Kamu tahu jika itu tidak benar," elak Bagus santai.
"Batalkan kesepakatan itu, atau aku benar-benar tidak mau menikah dengan Bapak!"
"Lalu bagaimana dengan reputasimu yang akan rusak?"
Utari duduk sambil meremas kedua tangan. Ketika alarm ponsel Bagus Pandhita berbunyi, maka Utari seperti dipaksa untuk terjun ke neraka. Bagus Pandhita ada pertemuan penting dengan salah satu pejabat.
Pegawai yang lain mungkin tidak mengetahui menghilangnya sang bupati. Namun, Puspa Ayu mengetahui segalanya. Wanita itu adalah asisten pribadi Bagus Pandhita, setara dengan ajudan di luar sana yang pasti sudah mengetahui peristiwa naas itu.
Puspa Ayu pasti sudah datang ke gedung itu. Dia tidak mungkin datang sendirian. Wartawan dari media lokal pasti akan menguntitnya, terlebih para karyawan di Mall juga mengetahui. Bagus Pandhita terjebak lift pastinya adalah peristiwa langka. Apalagi pria itu juga seorang idola.
Jika mereka keluar lift berdua, maka sudah dapat dipastikan gosip akan beredar. Semua mata akan tertuju kepada mereka, dan hidup Utari tidak akan tenang lagi. Semua orang pasti akan menghubungkan dirinya dengan Bagus.