Mohon tunggu...
yassir amrisulaeman
yassir amrisulaeman Mohon Tunggu... mahasiswa

saya memiliki hobbi olahraga

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

menjaga tata kelola di era ai

16 Oktober 2025   15:17 Diperbarui: 16 Oktober 2025   15:16 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Selama ini, Good Corporate Governance (GCG) dikenal sebagai sistem tata kelola perusahaan yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan. Namun, di tengah derasnya transformasi digital dan hadirnya kecerdasan buatan (AI) dalam pengambilan keputusan, muncul pertanyaan: apakah GCG kita masih relevan di era algoritma ini? 

Kini, banyak keputusan bisnis diambil bukan lagi oleh manusia, tapi oleh sistem berbasis data dan algoritma. AI memang membantu manajemen membuat keputusan lebih cepat dan akurat. Tapi di sisi lain, jika tidak diatur dengan baik, teknologi ini bisa menimbulkan masalah baru: hilangnya tanggung jawab manusia, bias data, hingga keputusan otomatis yang tidak adil.

Transformasi digital sering dianggap membawa efisiensi dan transparansi, tapi kenyataannya tidak selalu begitu. Banyak perusahaan justru menghadapi "disrupsi budaya" --- karyawan kehilangan kepercayaan, nilai perusahaan memudar, dan keputusan menjadi terlalu mekanis.

Karena itu, kita perlu versi baru dari GCG: GCG 5.0 --- tata kelola yang tidak hanya mengikuti era digital, tapi juga memastikan teknologi tetap berpihak pada manusia.

Beberapa prinsip pentingnya antara lain:

  • Algoritma yang akuntabel, artinya sistem AI bisa diaudit dan tidak digunakan sembarangan.
  • Transparansi algoritmik, di mana publik tahu jika keputusan penting dibuat oleh AI.
  • Komite etik digital, yang mengawasi dampak sosial dari penggunaan teknologi.
  • Budaya etika digital, agar semua pihak tetap menjunjung nilai kemanusiaan di tengah otomatisasi.

Jika GCG tidak beradaptasi, perusahaan bisa kehilangan kepercayaan publik, menghadapi krisis etika, bahkan merusak reputasinya sendiri.

Pada akhirnya, teknologi hanyalah alat. Yang menentukan apakah ia membawa manfaat atau justru masalah adalah manusianya --- dan tata kelola yang menaunginya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun